Kementerian Perhubungan Gelar Jalur Trans-Udara Tingkatkan Aksesibilitas Penerbangan di Papua
Kementerian Perhubungan RI akan menggelar jalur penerbangan Trans-Udara di Papua dan Papua Barat agar penerbangan di daerah tersebut bisa lebih lancar
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Dewi Agustina
Prosedur penerbangan yang berbasis satelit GPS tersebut dikenal dengan Performance Based Navigation (PBN) telah diimplementasikan di Papua dan Papua Barat guna melengkapi prosedur penerbangan yang ada saat ini.
Di bidang pengoperasian pesawat udara, telah diperkenalkan dan diterapkan tatacara penerbangan di wilayah pegunungan atau Flying in The Mountaineous Area.
Berupa kaidah-kaidah persyaratan operasi penerbangan meliputi kaidah penerbangan visual atau instrumen, penggunaan peralatan Global Positioning System (GPS), kecakapan kru pesawat, program pelatihan kru, budaya keselamatan, peralatan pesawat udara dan kondisi bandar udara.
Sedangkan di bidang pelayanan navigasi penerbangan, saat ini tengah dilakukan program peningkatan status pelayanan AFIS menjadi Aerodrome Control Tower di Papua dan juga peningkatan pelayanan APP dengan berbasis surveillance pada bandara Sentani.
Saat ini Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang ada di Papua terdiri dari 10 Unit Aerodrome Control Tower (TWR), 4 Unit Approach Control (APP) dan unit lainnya berstatus Aerodrome Flight Information Service (AFIS).
Baca: Kapolda Baru Jambi Sujud Syukur Ketika Tahu Ditugaskan di Tanah Kelahirannya
"Untuk meningkatkan pelayanan penerbangan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah bekerjasama dengan United States Trade Development Agency/USTDA melalui program Technical Assistance Eastern Airspace Aviation Safety mengembangkan sebuah program yang mengacu pada Cap Stone Project - Alaska di Amerika Serikat untuk dapat diterapkan juga di wilayah pegunungan seperti di tanah Papua ini," ujar Agus.
Mengingat pentingnya layanan penerbangan di Indonesia terutama untuk menghubungkan wilayah terpencil maupun wilayah terluar, saat ini Ditjen Perhubungan Udara juga sedang menyiapkan konsep pelayanan navigasi penerbangan yang berbasis remote system.
Di antaranya adalah pelayanan ATS, pelayanan Meteorologi Penerbangan serta layanan mandiri antar pesawat udara (Traffic Information Broadcast by Aircraft).
Di bidang kebandarudaraan, akan dikaji lebih mendalam untuk pemanfaatan sungai-sungai lebar, garis pantai maupun danau sebagai water base airport.
"“Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat luas, memiliki keterbatasan dalam pemasangan fasilitas komunikasi, navigasi dan surveillance karena kondisi geografis dan ketersediaan infrastrukur di darat. Untuk itu kami juga sedang mengkaji untuk membuat satelit sendiri untuk melengkapi jangkauan layanan komunikasi, navigasi, surveillance dan meteorologi bagi peningkatan layanan transportasi di Indonesia," lanjut Agus.
Dengan peningkatan SDM, teknologi dan prosedur-prosedur penerbangan yang terkini serta peralatan navigasi penerbangan pada Trans-Udara Papua ini juga akan lebih meningkatkan keselamatan penerbangan di Papua dan Papua Barat.
Agus Santoso mengingatkan pada semua penyelenggara penerbangan di Papua agar meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan dan bekerja maksimal sesuai aturan-aturan penerbangan yang berlaku.
"“Pada bulan Maret nanti, akan ada tim dari Uni Eropa yang mengadakan audit lapangan terkait keselamatan dan keamanan di Papua dan Papua Barat. Hasilnya akan dipakai sebagai landasan pembukaan ban (larangan terbang) Indonesia di Eropa. Untuk itu kita harus bekerja keras dan bekerjasama lebih erat dalam hal keselamatan dan kemanan penerbangan sehingga audit tersebut menghasilkan sesuatu yang positif bagi kita semua," ujarnya.
Pada akhirnya, Agus berharap dengan sinergi antar lini ini maka Trans-Udara di Papua dan Papua Barat dapat menjadi pilar utama bagi penyebaran hasil-hasil pembangunan, serta menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.