Merek Harus Pertimbangkan Segmen Kelas Bawah dalam Perencanaan Aktivitas Media
Konsumen produk FMCG Indonesia di daerah rural menghabiskan waktu 11% lebih banyak pada perangkat digital dibandingkan dengan konsumen produk FMCG
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertumbuhan media digital yang begitu pesat telah menambahkan media yang dapat digunakan konsultan media, sebagai tambahan dari media-media tradisional seperti TV dan media cetak.
Walaupun terdapat perbedaan pendapat mengenai cara penyerapan informasi dari media oleh konsumen baik secara aktif maupun pasif persuasif namun yang lebih penting adalah memahami kebiasaan serta konsumsi media dari para konsumen produk fast moving consumer goods (FMCG) tersebut.
Selain itu, dalam memahami kebiasaan dan konsumsi media para konsumen Indonesia sedikit lebih kompleks.
Pasalnya sebagian besar studi mengatakan bahwa konsumsi media di kota-kota besar baru mencapai 20% dari populasi dan sekitar 35% dari total belanja produk FMCG.
Beberapa pertanyaan yang biasa diajukan oleh para pemasar yang berinvestasi di media di antaranya media apa yang paling menarik bagi target konsumen kami? Media manakah yang paling baik untuk digunakan – Media Cetak, TV atau Digital? Apakah media digital efektif untuk menjangkau konsumen kami di daerah rural?
Venu Madhav, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, mengatakan, tahun 2017, hanya 31 persen konsumen produk FMCG memiliki akses ke internet.
“Angka itu meningkat dari hanya 17% di tahun 2015. Ini membuktikan bahwa media digital menjadi semakin menarik bagi masyarakat Indonesia," kata Venu di Jakarta, Senin (15/1/2018).
Baca: Unggah Foto Bersama Via Vallen, Yuni Shara Sukses Buat Pangling Internet, Netter: Kayak Seumuran!
Kantar Worldpanel adalah perusahaan riset dalam bidang pengetahuan dan wawasan konsumen, yang menggabungkan monitoring pasar, analisis terkemuka, serta solusi riset pasar yang dapat disesuaikan.
Infrastruktur telekomunikasi, kata dia merupakan faktor sangat penting untuk mendorong penetrasi penggunanan internet, disamping biaya pemakaian data.
Hal ini terlihat dari penetrasi internet di daerah pedesaan yang lebih rendah, di mana hanya 20% pembeli FMCG memiliki akses ke internet.
Fenomena ini berbanding terbalik dengan kondisi pada 9 kota utama di Indonesia, dimana 50% konsumen FMCG memiliki akses kepada dunia maya.
Namun, jika kita perhatikan waktu yang dihabiskan pada media digital, eksposur masyarakat rural menunjukkan angka lebih besar.
Faktanya, konsumen produk FMCG Indonesia di daerah rural menghabiskan waktu 11% lebih banyak pada perangkat digital dibandingkan dengan konsumen produk FMCG di perkotaan besar.
Baca: Diduga Terlibat Pembunuhan Sadis, Suami Korban dan Mantan TKI Ditangkap Polisi
Hal ini dikonfirmasi oleh Johan Pangaribuan, Direktur Expert Solution Kantar Worldpanel Indonesia.
“Waktu yang dihabiskan oleh konsumen produk FMCG di area rural Indonesia rata-rata adalah 3,9 jam untuk browsing, media sosial dan aktivitas digital lainnya,” kata Johan.
Selain itu, kata dia konsumsi digital harian di area rural telah mencapai tingkat yang hampir sama dengan waktu yang dihabiskan untuk menonton TV.
Hal ini memberi kesempatan untuk para pelaku pasar untuk mengekspos kampanye digital dengan durasi yang lebih lama dalam mengedukasi konsumen di segmen rural.
"Sebagai contohnya, lewat iklan pada situs video Youtube atau rangkaian serial online.”, tambahnya.
Sebagai pemain pada bisnis FMCG, menggunakan kelas ekonomi sosial (Social Economic Class - SEC) untuk mengidentifikasi target konsumen merupakan hal yang penting.
Baca: Gara-gara Knalpot Bising, Diki Tewas Dihajar 7 Pemuda
Namun, peningkatan eksposur media, terutama eksposur pada media digital, mampu memberikan wawasan lebih dalam mendalami kebiasaan konsumen.
"Dalam arti lain, pembelian konsumen tidak hanya didorong oleh status ekonomi mereka saja tetapi juga akibat dari eksposur informasi yang sampai kepada mereka," katanya.
Salah satu contohnya adalah produk premium dari kategori kosmetik, berdasarkan data Kantar Worldpanel Indonesia, 20% dari pembelinya datang dari kelas ekonomi sosial bawah.
"Fakta ini menunjukkan bagaimana merek seharusnya turut mempertimbangkan segmen kelas bawah dalam perencanaan aktivitas media," katanya.
Sebagai contoh, dalam kasus salah satu pemain di kategori produk bayi, khususnya tisu dan perlengkapan mandi bayi.
Menggunakan indikator usia saja dalam melakukan perencanaan media tidak akan membantu dan hanya akan menimbulkan banyak pemborosan. Segmen target kami adalah para ibu baru.
Baca: Timnas Indonesia Punya Banyak Pekerjaan Rumah
Pelaku bisnis produk FMCG perlu memahami bagaimana cara menjangkau konsumen ini, dan jenis media apa yang dapat menarik hati konsumen ini, seperti apakah program acara di televisi, majalah, atau media lainnya dapat menjangkau ibu-ibu baru tersebut.
"Kemudian berapa banyak waktu yang dihabiskan para ibu baru untuk setiap media yang digunakannya; mengingat bahwa harapan dan gaya hidup mereka berbeda dengan ibu lainnya dengan anak yang lebih dewasa," katanya.
Dari Kantar Worldpanel Media Solution, kita dapat membidik segmen tertentu dan menganalisis kebiasaan konsumen pada segmen tersebut dalam menggunakan media.
"Klasifikasi panel rumah tangga berdasarkan tahap kehidupan, atau life stage, memungkinkan kita untuk melakukan segmentasi dari rumah tangga yang memiliki bayi, anak balita maupun remaja yang tumbuh dewasa," katanya.
Misalnya, target pembeli tisu dan perlengkapan mandi bayi memiliki afinitas yang lebih tinggi dengan televisi dan media cetak, juga menghabiskan waktu lebih lama pada media digital jika dibandingkan dengan target pasar saat ini.
"Dengan demikian, ketiga platform media tersebut dapat menjadi opsi terbaik untuk menjangkau target pembeli utama," katanya.