Asosiasi Asuransi dan Kementerian Kelautan Siapkan Produk Asuransi untuk Ikan Bandeng
“Yang 3.300 hektare itu berasal dari budidaya udang saja,” jelas Dody saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (1/3/2018).
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Harry Muthahhari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti (STMA Trisakti) baru-baru ini melakukan focus group discussion(FGD) untuk menyiapkan produk asuransi budidaya ikan. Adapun jenis budidaya ikan yang akan diasuransikan yakni bandeng, nila, dan patin.
Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe mengungkapkan, untuk di tahun 2018 Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan cakupan asuransi budidaya ikan tersebut bisa mencapai 5.000 hektare. Di tahun 2017, luas lahan budidaya ikan yang sudah diasuransikan mencapai 3.300 hektare.
“Yang 3.300 hektare itu berasal dari budidaya udang saja,” jelas Dody saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (1/3/2018).
Pada pengalaman sebelumnya, perusahaan asuransi umum masih takut untuk mengambil peluang asuransi budidaya udang. Oleh karenanya, hanya delapan perusahaan asuransi yang mau mengambil peluang tersebut. Itupun dilakukan dengan ko-asuransi untuk agar risiko bisa terbagi.
Oleh karenanya, KKP dan AAUI meminta kepada STMA Trisakti untuk melakukan survey dan riset terhadap risiko dan peluang dari asuransi budidaya bandeng, nila, dan patin tersebut.
Baca: Astra UD Trucks Jualan Perdana Truk Kuzer di GIICOMVEC 2018
Baca: Pelajar Luka Tersabet Celurit di Aksi Tawuran di Perbatasan Depok-Bogor
“AAUI minta terlibat dalam proses riset tersebut. Pengalaman saat udang tahun lalu karena tidak ada survey banyak perusahaan asuransi yang takut,” jelas Dody.
Ke depan, skema perlindungan bagi budidaya bandeng, nila, dan patin akan dilakukan sama seperti budidaya udang, yakni dengan ko-asuransi. Hingga saat ini, belum bisa diketahui asuransi yang akan menanggung risiko budidaya bandeng, nila, dan patin tersebut.
Menurut Dody, hal itu baru terjadi setelah riset yang dilakukan STMA Trisakti selesai. Setelah itu pun masih ada tahapan perumusan terkait bagaimana cakupannya, risiko, termasuk premi yang harus dibayarkan oleh pembudidaya bandeng, nila, dan patin tersebut.