Sebanyak 20 Persen dari 14 Juta Hektar Konsesi Alam Aktif Disertifikasi FSC
Peningkatan profil hijau sektor kehutanan Indonesia di pasar internasional perlu dilakukan secara kolektif
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini, sebanyak 20 persen dari 14 juta ha konsesi alam aktif di Indonesia telah disertifikasi oleh FSC.
Pertumbuhan ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat di kawasan tropis dalam sertifikasi FSC.
Hal ini juga merupakan dorongan utama untuk program sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari Pemerintah Indonesia, karena perusahaan bersertifikat FSC lebih siap untuk memenuhi persyaratan SVLK juga.
Jesse Kuijper, anggota dewan The Borneo Initiative mengatakan, tepat hari ini tercapai sertifikat FSC ke-25 kami di Indonesia, yang menghasilkan 2,7 juta ha di bawah pengelolaan hutan lestari.
"Sektor kehutanan di Indonesia mengalami transformasi yang signifikan, dengan penerapan standar tertinggi dalam pengelolaan hutan lestari," kata Jesse,
Dikatakannya, Ini merupakan kontribusi besar bagi target Pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan pengembangan ekonomi hijau.
Baca: Ambil Foto Anaknya Pose di Hutan, Seorang Ibu Menyadari Ada Sesuatu yang Mengerikan
Wim Ellenbroek, Direktur Program The Borneo Initiative menambahkan, peningkatan profil hijau sektor kehutanan Indonesia di pasar internasional perlu dilakukan secara kolektif.
Sama halnya dengan kemitraan kami dengan organisasi lain dalam sertifikasi hutan, kami juga perlu bergabung sebagai organisasi dalam platform bersama untuk mempromosikan ekspor industri kayu bersertifikasi ini.
"Dengan slogan: ‘Produk kayu bersertifikasi Indonesia: Berkelanjutan. Kualitas. Dijamin.’ Hal ini mencerminkan potensi produksi hutan Indonesia yang besar, yang didukung kualitas dan keandalan industri kayu Indonesia,” katanya.
Iman Santosa, Vice Chairman Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengatakan, kemajuan dalam pengelolaan hutan lestari dan sertifikasi hutan, hutan produksi ini dapat menjadi tulang punggung kebijakan ekonomi hijau di tingkat propinsi.
"Produk hutan bersertifikat dan kegiatan sertifikasi PHL sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperbaiki dan memperkuat akses dan ekspor ke pasar luar negeri," katanya.
Tuti Prahastuti, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyatakan, saat ini ekspor produk kayu tidak masuk dalam segmen utama komoditas ekspor.
"Namun kami menyadari fakta bahwa hutan yang menghasilkan kayu untuk produk ini mewakili sebagian besar wilayah nasional kami, dan penting untuk penyediaan lapangan kerja, konservasi keanekaragaman hayati," katanya.