Pengusaha: Jangan Berbelit-belit dan Kelamaan, Proses Restitusi Pajak Maksimal 2 Bulan
Jika tahun lalu restitusi PPN memakan waktu sekitar 10 bulan, menjadi lebih cepat di awal tahun ini menjadi sekitar tiga bulan saja.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Ghina Ghaliya Quddus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembisnis mendukung rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mempercepat proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mereka berharap, proses restitusi pajak tidak seperti sekarang ini yang berbelit-belit dan memakan waktu berbulan-bulan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengakui, sejak beberapa tahun terakhir Ditjen Pajak memang berusaha mempercepat proses restitusi.
Jika tahun lalu restitusi PPN memakan waktu sekitar 10 bulan, menjadi lebih cepat di awal tahun ini menjadi sekitar tiga bulan saja.
Namun menurut Fajar, waktu proses restitusi PPN tersebut masih kurang cepat. "Kalau bisa maksimal dua bulan saja, uang restitusi cair ke pengusaha," jelas Fajar kepada KONTAN, Senin (19/3/2018).
Ia optimistis, jika penyelesaian restitusi bisa lebih cepat lagi maka kegiatan ekspor bisa terdongkrak. Percepatan restitusi PPN juga bisa mendukung iklim investasi dan kemudahan berbisnis.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, di internal kantor pajak saat ini masih ada pemahaman yang beda-beda terkait restitusi.
Baca: Karena Passion, Cewek Cantik Ini Keluar dari Sekolah Perhotelan dan Bekerja Jadi Mekanik Truk Scania
Baca: Nissan Pastikan Kembaran Mitsubishi Xpander Tidak Akan Seperti Avanza dan Xenia
Agar proses restitusi menjadi lebih cepat dan setara antar wajib pajak, maka hal seperti itu harus dihilangkan.
Dia mencontohkan, pada tahun 2016, perusahaan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi III mendapat perlakuan restitusi PPN berbeda-beda.
"Ternyata, kantor pajak punya policy berlainan. Ada yang dapat restitusinya, ada juga yang tidak. Ada beberapa perusahaan bahkan akumulasi restitusinya pada saat itu cukup besar, ratusan miliar," terang Hendra.
Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono berharap ada kejelasan mekanisme pengajuan restitusi.
Termasuk, "Tidak perlu dilakukan pemeriksaan lagi," jelas Herman. Apalagi menurutnya UU KUP dan PPN memungkinkan. Dia menyebut Pasal 17C dan 17D UU KUP serta Pasal 9 ayat 4c UU PPN wajib pajak dapat diberikan restitusi pendahuluan tanpa ada pemeriksaan.
Menurut Herman, wajib pajak yang sudah membayar pajak sesuai dengan tarif dalam UU, maka telah memenuhi aspek kepatuhan sehingga tidak perlu diperiksa lagi.
"Mengapa harus diperiksa lagi? Dalam konteks ini pemeriksaan sama artinya dengan penihilan self assessment. Restitusi juga sudah punya prosedur jika dalam proses restitusi comply. Itulah sebabnya tidak perlu diperiksa lagi," jelas Herman.