Rizal Ramli Soroti Kelemahan Struktural Makro Ekonomi Indonesia
Ekonom senior ini mengemukakan sejumlah tantangan dimaksud seperti berbagai defisit yang terjadi dalam neraca perdagangan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli diundang untuk memberikan pendapatnya mengenai kondisi perekonomian terkini di dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI DPR RI pada Senin (26/3/2018).
Rizal Ramli menyoroti tentang kelemahan struktural dalam makro ekonomi Indonesia sebagai tantangan bagi Gubernur dan Deputi BI yang baru.
Ekonom senior ini mengemukakan sejumlah tantangan dimaksud seperti berbagai defisit yang terjadi dalam neraca perdagangan.
Yakni defisit selama 3 bulan berturut-turut Januari 2018 sebesar USD -0,68 miliar, defisit transaksi berjalan (-USD 5,8 miliar), service payment defisit APBN atau pembayaran cicilan pokok dan bunga utang yang tahun ini mencapai Rp 800-an triliun yang porsinya hampir dua kali lipat anggaran infrastruktur atau pendidikan.
"Dan defisit neraca keseimbangan primer minus Rp 68,2 triliun pada tahun 2017," ujar Rizal Ramli.
Baca: Rizal Ramli: Ayo, Kembali ke Cita-cita Bung Karno
Rizal Ramli juga menyoroti soal utan.
Menurut dia, kurang lebih 50% utang dimiliki asing dan sebagian besar tenornya berjangka pendek.
"Kondisi ini menyebabkan kerentanan (vulneranilibity) dalam pasar uang," ujarnya.
Karena itu secara bertahap, menurut Rizal Ramli, BI dan pemerintah harus kreatif melakukan restrukturisasi utang, renegosiasi ke negara-negara kreditor untuk mengubah tenor utang dari jangka pendek ke jangka panjang.
"Bila berhasil, ini akan meningkatkan kestabilan keuangan dan juga dapat menurunkan tingkat bunga domestik," katanya.
Selain itu, Rizal Ramli juuga menyoroti ketimpangan kredit yang berbentuk seperti gelas anggur dimana bisnis besar dan BUMN di cawan gelas, bisnis menengah di leher gelas, mayoritas rakyat dasar gelas.
"Sebanyak 83% kredit hanya mengalir ke bisnis besar, sisanya 17% ke bisnis menengah dan rakyat,' ujar Rizal Ramli.
Menurut Rizal Ramli, BI bersama OJK harus dapat mengubah dalam 3 tahun ini struktur kredit menjadi 70% ke bisnis besar dan 30% untuk bisnis menengah dan kecil.
"Dengan ini pendalaman pasar uang malah akan dapat terjadi karena bisnis besar dapat menggali permodalan dari menjual saham dan menerbitkan surat utang," katanya.
Rizal Ramli berharap hasil RDPU Komisi XI DPR RI tidak hanya memberikan rekomendasi yang normatif bagi Gubernur dan Deputi BI terpilih nanti.
DPR harus memberikan target yang tinggi dan jelas. Seperti menugaskan BI dalam penanggulangan berbagai defisit, dalam restrukturisasi tenor utang, dan mengubah struktur kredit yang timpang.
"Dan yang paling penting, BI harus berani memberikan data yang benar kepada publik. Katakan kebenaran meskipun kadang itu menyakitkan," kata dia.