Bawaslu Minta Revisi UU Pemilu Pastikan Aturan 30 Persen Keterwakilan Perempuan Penyelenggara Pemilu
Norma beberapa pasal tersebut mengamanatkan agar komposisi penyelenggara pemilu di masing-masing tingkatan untuk 'memperhatikan' minimal 30 persen ket
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pemilihan agar memastikan aturan 30 persen keterwakilan perempuan penyelenggara pemilu benar-benar diwujudkan.
Diketahui, ketentuan 30 persen keterwakilan perempuan penyelenggara pemilu diatur dalam beberapa pasal di UU Pemilu, yang di antaranya Pasal 52 ayat (3) untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Pasal 55 ayat (3) untuk Panitia Pemungutan Suara (PPS), Pasal 59 ayat (4) untuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Pasal 92 ayat (11) untuk Bawaslu.
Norma beberapa pasal tersebut mengamanatkan agar komposisi penyelenggara pemilu di masing-masing tingkatan untuk 'memperhatikan' minimal 30 persen keterwakilan perempuan.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, meminta agar dilakukan pengubahan frasa 'memperhatikan' direvisi dengan frasa 'mewujudkan'.
"Kami mendorong revisi UU Pemilu dan UU Pemilihan yang inklusif dan demokratis. Mulai dari timsel, rekrutmen penyelenggara Pemilu, hingga hasil penyelenggara yang terpilih, baik dari tingkatan RI hingga ad hoc,” kata Lolly, dalam konferensi pers, di Bali, pada Minggu (22/12/2024).
Hal tersebut merupakan satu dari tiga rekomendasi Bawaslu setelah menggelar Konsolidasi Nasional Perempuan Penyelenggara Pemilu, di Bali, pada 21-23 Desember 2024.
Baca juga: Kini Giliran Komisi II DPR Buka Peluang Penyelenggara Pemilu jadi Badan Ad Hoc
Adapun dua rekomendasi lainnya, Lolly mengatakan, Bawaslu mendorong dilakukannya penyusunan kurikulum pendidikan politik perempuan.
Kemudian, lanjutnya, memastikan desain Pemilu ramah bagi perempuan disabilitas, dan mendukung perempuan dari kelompok rentan. Seperti masyarakat adat, miskin, aliran kepercayaan untuk terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.
"Turut menguatkan partisipasi perempuan dalam Pemilu dan Pemilihan. Di antaranya yakni melalui penyusunan kurikulum pendidikan politik perempuan sebagai pemilih, peserta, dan pengawas,” ucap Lolly.
Lebih lanjut, menurutnya, Bawaslu berkomitmen agar tidak ada satupun perempuan yang memiliki hambatan sistemik, baik sebagai pemilih, penyelenggara, peserta Pemilu karena harus berhadapan dengan situasi kekerasan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.