Rupiah Melemah, Harga Jual Produk Makanan-Minuman Siap-siap Naik
Bahan baku industri sektor ini masih mengandalkan impor. Tak ayal, ketika dollar AS menguat menyebabkan biaya produksi membengkak.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Eldo Christoffel Rafael
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Sejumlah sektor industri ikut terpukul pelemahan tersebut, salah satunya adalah industri makanan dan minuman.
Maklum, bahan baku industri sektor ini masih mengandalkan impor. Tak ayal, ketika dollar AS menguat menyebabkan biaya produksi membengkak.
Sedangkan harga jual produk menggunakan rupiah, karena lebih banyak menyasar pasar domestik.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengungkapkan, anggotanya akan mengevaluasi situasi fluktuasi nilai tukar rupiah usai Lebaran.
Menurutnya, hingga saat ini stok bahan baku yang kebanyakan masih impor sudah disiapkan dari bulan Maret lalu. "Tapi bila situasi ini terus berlanjut hingga tutup kuartal dua, maka bisa jadi di kuartal tiga kami akan menaikkan harga," katanya, Rabu (23/5/2018).
Berdasar catatan Gappmi, hingga saat ini industri makanan dan minuman memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor. Seperti bahan baku terigu, gula, susu, garam, dan produk perasa buah.
Baca: Rizal Ramli Akan Tangkap 100 Orang Paling Brengsek di Indonesia Kalau Jadi Presiden
"Bila situasi ini terus berlanjut bisa menyebabkan kenaikan harga antara 3% sampai 7%," sebutnya.
Efek penurunan nilai tukar rupiah berikutnya adalah terjadi penurunan omzet di sektor industri ini.
Gapmmi sangat berharap pada pertumbuhan ekonomi tetap baik, sehingga tidak menggerus omzet.
Adhi bilang, anggota Gapmmi tidak panik walaupun nilai tukar rupiah terus melemah. Ia menilai, langkah Bank Indonesia (BI) diharapkan bisa meredam fluktuasi tersebut.
Baca: Pyongyang Terperanjat, Donald Trum Batalkan Sepihak Pertemuan dengan Kim Jong Un
"Nilai tukar terhadap dollar AS melemah ini terjadi menyeluruh di semua negara, sehingga biasanya tidak akan berlangsung lama," ungkap Adhi.
Meski belum ada data riil soal kenaikan permintaan makanan dan minuman Gapmmi mengklaim, beberapa anggotanya sudah mengalami pertumbuhan penjualan ketimbang tahun lalu.
Menjelang Lebaran ini diperkirakan permintaan akan tumbuh sebesar 20%, terutama untuk produk seperti biskuit dan sirup.
Baca: DPR: Pemerintah Sengaja Mengulur-ulur Pembahasan RUU Pelarangan Alkohol
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.