Insentif Tax Allowance Diyakini Bankir akan Pacu Kredit ke UMKM
Insentif tersebt berlaku bagi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah resmi memangkas tarif pajak penghasilan final Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) dari yang sebelumnya 1 persen menjadi 0,5 persen.
Insentif tersebt berlaku bagi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, kebijakan tersebut akan memberi dampak positif untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM.
Baca: Survei: Pasangan Khofifah-Emil Masih Unggul Tipis Atas Pasangan Gus Ipul-Puti
“Multiplier effectnya membuat laba ditahan untuk lakukan ekspansi ditahun berikutnya semakin besar,” ungkap Bhima kepada Tribunnews.com, Selasa (26/6/2018).
Bhima melanjutkan, sisa pajak yg sebelumnya disetor bisa dimanfaatkan untuk beli bahan baku (working capital), atau membeli peralatan mesin baru agar kapasitas produksinya naik. Selain itu, kata Bhima, efek positif kebijakan tersebut akan mendongkrak permintaan kredit UMKM.
Namun, Bhima memberikan catatan, kebijakan pajak ini disertai dengan peningkatan pengawasan yang lebih baik.
“Sehingga tax compliances atau kepatuhan pajaknya juga naik paska penurunan PPh final ini,” jelasnya.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, penurunan tarif akan membantu para pelaku UMKM untuk lebih mengembangkan usaha dan meningkatkan investasi karena beban pajaknya menjadi lebih kecil.
“Insentif ini juga diharapkan dapat lebih menggerakkan roda perekonomian dengan memperkuat usaha formal sekaligus memperluas akses finansial," kata Suprajarto, dalam keterangannya.
Suprajarto menambahkan, hingga triwulan pertama 2018, BRI menyalurkan kredit UMKM sebesar Rp 429,9 triliun, naik 14,70 persen kuartal pertama tahun lalu sebesar Rp 374,2 triliun.
Seperti diketahui, tarif baru PPh final tersebut akan berlaku terhitung 1 Juli 2018. Kebijakan tersebut tertuang dalam PP nomor 23 tahun 2018, menggantikan PP nomor 46 tahun 2013.