Pertamina Pastikan Tidak Menjual Aset, Hanya Mencari Mitra Investasi
Dalam bisnis industri migas hal tersebut masuk dalam kategori spin off dan bukanlah bagian dari pelepasan apalagi penjualan asetnya
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) memastikan tidak ada penjualan aset kepada pihak swasta, menyusul adanya surat persetujuan Menteri BUMN Rini Soemarno mengenai rencana bisnis perusahaan pelat merah itu.
"Jadi sebetulnya bukan pelepasan aset, namanya itu ada pemberian participating interest (PI), beda loh antara aset dengan PI," ujar Plt Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/7/2018).
Nicke menjelaskan, melepas hak partisipasi itu bukan berarti perseroan melakukan pelepasan aset atau bahkan mitra tersebut memperoleh saham perseroan, tetapi nantinya mereka mendapatkan haknya dari hasil produk Pertamina.
"PI itu nanti orang yang megang PI misalnya 10 persen, berarti dia berhak atas nanti produk itu 10 persen, sahammya tidak kita jual, asetnya juga tidak dijual, seperti kita menjual produk tapi kita jualnya sekarang," papar Nicke.
"Misalnya begini, mau jual kue, ada yang mau beli mu untuk 20 tahun ke depan, gimana? Mau apa enggak? Simpel aja, menjalankan bisnis biasa aja, enggak ada menjual aset, aset tetap kita," tambah Nicke.
Baca: Impresi Tunggangi New Honda CB150R di Arena Otobursa Tumplek Blek
Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menilai, aksi koorporasi yang ddilakukan Pertamina untuk memperkuat sisi keuangan perusahaan dalam bisnis minyak bumi dan gas merupakan hal yang wajar dan tepat.
Menurut Fahmy, dalam bisnis industri migas hal tersebut masuk dalam kategori spin off dan bukanlah bagian dari pelepasan apalagi penjualan asetnya kepada pihak lain.
"Yang harus dipahami itu adalah perbedaan antara privatisasi dan spin off. Kalau privatisasi kan melepaskan semua, menjual asetnya kepada pihak tertentu tanpa hak kepemilikan lagi. Apa yang dilakukan Pertamina itu spin off, mencari mitra investasi, wajar dalam bisnis migas," ujar Fahmy.
Fahmy mengatakan, dengan cara spin off yang dilakukan oleh Pertamina saat ini, maka akan berdampak dua hal positif terhadap BUMN migas tersebut.
Pertama, ucap Fahmy, akan ada dana segar yang diperoleh dari kerja sama dan kedua, memperkuat keuangan Pertamina ke depan untuk bisnis selanjutnya.
"Misalnya dengan spin off di Blok Mahakam, ada pengelolaan keuangan yang sehat dan stabil. Investasi masuk, dikelola bersama sehingga menguntungkan Pertamina. Atau juga tujuannya pembangunan kilang minyak, dari situ bisa bekerja sama sehingga dana Pertamina tidak tergerus dan mempertahankan pasokan BBM," ungkap Fahmy.
Kendati demikian, Fahmy menyarankan agar pengawasan terhadap sistem bisnis spin off perlu diperketat, sehingga jangan sampai justru tidak mencapai tujuan keuangan seperti diharapkan Pertamina.
"Perlu pengawasan juga seperti jangan sampai penerimaan dari pengelolaan Blok Mahakam lebih kecil. Atau misalnya harga pembangunan kilang tidak sepadan sehingga BBM melonjak," kata Fahmy.
Fahmy berpendapat, persolan spin off yang dilakukan Pertamina akhirnya menjadi komoditas politik. Hal itu disebabkan kondisi tahun politik sekarang yang menyangkut apapun terkait pemerintahan kemudian diperbesar oleh pihak tertentu tanpa pemahaman.