Ada Sanksi Bagi Kendaraan Overload, Biaya Logistik Perusahaan Mamin Naik 30 Persen
Pengusaha memang kerap mengirim barang 30 persen lebih banyak dari kapasitas angkutan karena dirasa masih cukup aman saat pengiriman.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai 1 Agustus 2018 kemarin, mulai diterapkan sanksi penurunan barang bagi kendaraan yang kelebihan muatannya hingga 100 persen.
Meski menyetejui kebijakan penertiban, para pengusaha makanan dan minuman masih merasa merasa keberatan pada aturan yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan itu.
Pengusaha memang kerap mengirim barang 30 persen lebih banyak dari kapasitas angkutan karena dirasa masih cukup aman saat pengiriman.
"Dampaknya besar sekali karena kita tidak mempersiapkan dengan baik. Kita terbiasa lebih muatan sekitar 30 persen dari kapasitasnya," kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman saat ditemui di GBK, Jakarta Selatan, Minggu (5/8/2018).
Alhasil dengan adanya kebijakan baru itu biaya logistik perusahaan makanan dan minuman akan semakin meningkat sekitar 30 persen.
Baca: Investor Asing Bukukan Aksi Jual Bersih Rp 1,1 Triliun
"Kalau ini dibatasi, ujung-ujungnya akan terjadi kenaikan biaya logistik, perkiraan saya sekitar 30 persen ke biaya distribusi. Ini sangat berat sekali," ungkap Adhi Lukman.
Adapun penertiban kendaraan over dimensi over load (ODOL) atau angkutan barang yang kelebihan muatan membuat negara rugi hingga Rp 43 triliun per tahun yang digunakan untuk perbaikan jalan saja.
Padahal dengan biaya tersebut pemerintah bisa membangun jalan tol yang kisaran biayanya Rp 26 triliun.
Selain jalan rusak karena, efek lainnya adalah kerusakan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dan kecepatan lalu lintas yang berkurang seharusnya bisa 60 sampai 70 km per jam menjadi 40 km per jam karena kendaraan yang kelebihan muatan jalannya lebih lambat.
Namun untuk penerapan pertama ini, Kementerian Perhubungan memberikan toleransi tidak akan menilang kendaraan pengangkut logistik yang mengangkut sembako hingga sebesar 50 persen dari kapasitas, dan kendaraan pengangkut pupuk hingga 40 persen dari kapasitas karena menyangkut hajat hidup orang banyak.