Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

KEIN: Pemerintah Harus Mengantisipasi Dampak Krisis Ekonomi Turki

Arif Budimanta menilai, terdepresiasinya mata uang Lira Turki akan berimbas pada melemahnya mata uang emerging market

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
zoom-in KEIN: Pemerintah Harus Mengantisipasi Dampak Krisis Ekonomi Turki
Syahrizal Sidik
Wakil Ketua Umum Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai, terdepresiasinya mata uang Lira Turki akan berimbas pada melemahnya mata uang emerging market, termasuk Indonesia lantaran meningkatnya permintaan akan mata uang safe haven seperti dolar AS.

Untuk itu, KEIN meminta pemerintah bersama Bank Indonesia perlu mengantisipasinya. Saat ini, menurut Arif, depresiasi lira Turki sejaka awal tahun ini sudah mencapai hampir 80 persen. Efek resesi di Turki menurutnya akan menimbulkan efek ketidakpercayaan pelaku pasar, terutama pada negara yang menjadi mitra dagang Turki terutama di Eropa.

“Secara tidak langsung itu mengakibatkan ketidakpercayaan publik, ditambah dengan kebijakan penaikan tarif terhadap sejumlah produk Turki khususnya baja alumunium oleh AS, ini mempengaruhi ke nilai perdagangan,” kata Arif saat ditemui di kantor KEIN, Jakarta, Selasa (14/8/2018).

Seperti dijelaskan Arif, untuk depresiasi nilai tukar Rupiah sejak awal tahun berada di kisaran 7 hingga 8 persen. Sedangkan dari sisi cadangan devisa, Indonesia masih lebih baik dari Turki, kendati ada penurunan secara berkala dalam beberapa bulan terakhir karena untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah dan kewajiban membayar impor.

Seperti diketahui, posisi cadangan devisa Indonesia pada Juli 2018 sebesar 118,3 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor.

“Tapi bisa dikatakan Indonesia stabilitas ekonominya dalam keadaan baik,” jelas Arif.

Langkah BI dan Pemerintah

Berita Rekomendasi

KEIN menilai, tekanan terhadap nilai tukar Rupiah akan terus berlanjut, sebab, tekanan eksternal tidak hanya dari resesi Turki. Yang tak bisa diabaikan adalah perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, rencana bank sentral Amerika Serikat yang akan kembali menaikkan suku bunga The Fed dua kali hingga akhir tahun ini.

“Tekanan terhadap nilai tukar apabila kita tidak dapat memperbaiki neraca transaksi berjalan kita, tidak bisa memperbaiki neraca perdagangan kita itu akan terjadi secara terus menerus,” ungkapnya.

Untuk itu, KEIN menekankan kepada Bank Indonesia agar tetap menjaga likuditas di pasar dengan berbagai instrumen kebijakan. KEIN juga meminta pemerintah agar mendorong kebijakan fiskal secara hati-hati (prudent) dan tepat sasaran, sehingga nantinya bisa kembali menyeimbangkan neraca perdagangan.

Selain itu, pemerintah, kata Arif juga bisa mulai selektif dalam mengimpor barang konsumsi, terutama yang produktivitasnya rendah. “Ekspor harus diperkuat, salah satu komoditasnya adalah minyak sawit mentah (CPO) dengan mendiversifikasi negara tujuan ekspor selain dari China dan India,” tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas