Pengamat Nilai Target Replenting 185 Ribu Hektare Kebun Sawit Rakyat Sulit Tercapai
Dia menyarankan BPDPKS memberi kelonggaran aturan, karena program replenting sangat baik untuk produktifitas minyak sawit ke depannya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menargetkan 185.000 perkebunan sawit rakyat yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia, sudah teremajakan (replenting) pada tahun 2018.
Namun target itu diragukan tercapai, karena syarat administrasi yang diterapkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dinilai menyulitkan petani sawit.
Baca: Dibilang Tua, Marion Jola Sebut Make Up sebagai Seni
"Kalau cara kerjanya seperti ini tidak akan selesai target 185 ribu, yang disampaikan Dirjen Perkebunan tidak akan terealisasi dalam tahun ini," ujar pengamat perkebunan, Gamal Nasir, saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Gamal menilai, ada ketidaksejalanan antara Ditjen Perkebunan dan BPDPKS tidak sejalan dalam menyukseskan program Presiden Jokowi tersebut.
Di satu sisi Dirjen Perkebunan ingin petani segera melakukan replenting setelah sosialisasi disampaikan, namun sisi lain BPDPKS tidak bisa langsung mencairkan dana karena harus melewati tahap verifikasi data lahan sawit dan pemilik sawit.
Seperti diketahui, pemerintah mensubsidi Rp25 juta per hektare untuk peremajaan kebun sawit rakyat.
"Selama ini ada kesan saling menyalahkan antara Dirjen Perkebunan dan BPDPKS. Rekomendasi teknis yang diusulkan Dirjen Perkebunan ada beberapa yang belum cair uangnya. Sehingga saat Dirjen Perkebunan sosialisasi ke mana-mana, petani anggap akan susah cair sehingga kesulitan juga dirjen perkebunan untuk mendata petani mana yang mau replanting," tambahnya.
Dia menyarankan BPDPKS memberi kelonggaran aturan, karena program replenting sangat baik untuk produktifitas minyak sawit ke depannya.
Dengan replanting, perkebunan sawit yang sudah tidak maksimal produktifitasnya karena pohon sudah terlalu tua, diganti dengan pohon-pohon baru, dimana bibit yang dipakai sudah tersertifikasi.
"Ini kan untuk kesejahteraan rakyat, harusnya dipermudah. Kalau sudah ada rekomendasi teknis oleh Dirjen Perkebunan, segera dicairkan jangan diverifikasi lagi, terlalu lama itu. Buat petani jadi menunggu lagi," tegasnya.
Terpisah, Junisab Akbar Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) menyebutkan bahwa tata kelola mengutip dan mendistrubusikan pendapatan negara bukan pajak yang dilakukan oleh BPDPKS harus sesuai dengan esensi pendirian dari institusi itu.
"Jangan malah, salah satu maksudnya untuk menjaga konsistensi sumber sawit Indonesia dengan cara replanting, namun justru hal itu tidak maksimal terwujud," katanya.