Tujuh Negara Berkembang Rentan Terperosok dalam Krisis Mata Uang, Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini, lima dari tujuh negara tersebut tengah berjuang melawan krisis mata uang dan memintan bantuan dana talangan dari IMF
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Sanny Cicilia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak tujuh negara berkembang berisiko besar jatuh dalam krisis mata uang. Menurut analisis dari Nomura Holdings Inc, ketujuhnya adalah Sri Lanka, Afrika Selatan, Argentina, Pakistan, Mesir, Turki, dan Ukraina.
Saat ini, lima dari tujuh negara tersebut tengah berjuang melawan krisis mata uang dan memintan bantuan dana talangan dari International Monetary Fund (IMF).
Nomura juga menggolongkan delapan emerging markets dengan risiko krisis terkecil. Mereka adalah Indonesia, Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipia, Rusia, dan Thailand.
"Ini hasil yang penting. Seiring investor lebih fokus pada emerging market, penting saat ini tidak mengelompokkan negara emerging dalam satu grup homogenus," kata Robert Subbaraman, ekonom bidang emerging market di Nomura Singapura, seperti dikutip Bloomberg.
Baca: Grup Salim Rambah Bisnis Data Center
Untuk mendapatkan penilaian ini, Nomura menggunakan metoda bernama Damocles, yang menghitung inflasi, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), dan cadangan devisa.
Indeks ini memberi nilai 0 sampai 200. Nilai di atas 100 artinya negara tersebut rentan terhadap krisis mata uang dalam 12 bulan ke depan. Sedangkan level di atas 150 memberi sinyal, krisis dapat meletus kapan saja.
Sri Lanka memiliki skor tertinggi yaitu 175, diikuti Afrika Selatan (143), dan Argentina (140).
Indonesia, dari laporan tersebut, memiliki skor 0 bersama tujuh negara lainnya. Skor ini menunjukkan, crash mata uang di negara-negara ini risikonya kecil.