Bila BI Tidak Intervensi, Rupiah Bisa Terdepresiasi Hingga 15 Persen
Langkah tersebut di antaranya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 125 basis poin
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia menyatakan terus melakukan langkah menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang belakangan hampir menyentuh level psikologis Rp 15.000 per dollar AS.
Namun, kini Rupiah kembali berbalik menguat ke level Rp 14.800 per dollar AS.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, dalam acara diskusi di Jakarta menyampaikan, kembali menguatnya Rupiah salah satunya lantaran Bank Indonesia telah menempuh langkah-langkah dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Langkah tersebut di antaranya dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 125 basis poin, menjaga likuditas valuta asing serta mekanisme pasar. Bila itu tidak dilakukan, BI menyebut depresiasi kurs Rupiah akan lebih dalam dari yang saat ini di kisaran 8 persen sejak awal tahun ini.
“Sekarang kami sudah naikkan 125 bps. Kami intervensi di pasar valas cukup besar dan rupiah sudah depresiasi 8 persen. Kalau tidak ada ada intervensi dan kenaikan suku bungam depresiasinya bisa jadi 10 -15 persen,” kata Dody di Hotel Kempinski, Jakarta, kemarin.
Namun demikian, bank sentral tetap tidak ingin menjaga kurs Rupiah pada level tertentu, sebab, Bank Indonesia menganut sistem nilai tukar yang mengambang dan ditetapkan oleh pasar. BI, lanjut Dody, tetap menghendaki kurs Rupiah sesuai fundamentalnya.
“Kita tidak menghendaki depresiasi di luar penghitungan fundamentalnya,” katanya.
Sekadar mengingatkan, pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (14/9/2018) ditutup melemah ke posisi Rp 14.807 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, posisi mata uang garuda pada akhir pekan ini melemah ke posisi Rp 14.835 per dollar AS dari posisi sebelumnya Rp 14.794 per dollar AS.