Sinar Mas Agribusiness and Food Ajak Pemasok Bangun Citra Positif Industri Sawit yang Berkelanjutan
SMART SEED bertujuan untuk ajak para pemasok independen diskusi dan berbagi pengetahuan mengenai praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sinar Mas Agribusiness and Food menggelar forum diskusi SMART SEED (Social and Environmental Excellent Development) yang keempat di Jakarta.
Dalam keterangan pers yang diterima pada Rabu (19/9/2018), SMART SEED bertujuan untuk mengajak para pemasok independen berdiskusi dan berbagi pengetahuan mengenai praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Untuk tahun ini, forum diskusi tahunan SMART SEED mengambil tema "Mempromosikan Industri Sawit yang Berkelanjutan dalam Upaya Mempercepat Pencapaian Sustainability Development Goals (SDGs)”.
Sebagai salah satu pelaku industri kelapa sawit yang terintegrasi, Sinar Mas Agribusiness and Food mengajak para pemasok untuk membangun citra positif industri sawit yang berkelanjutan dengan membagikan dan menceritakan kontribusi para permasok dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Director of Council of Palm Oil Producer Countries (CPOPC), Mahendra Siregar menjelaskan, kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling memenuhi ekspekatasi kriteria SDGs bila dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
Tanpa kelapa sawit, akan sangat sulit melakukan pencapaian SDGs dan hal ini bukan hanya untuk Indonesia namun juga untuk seluruh dunia.
Kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, di tahun 2017 nilai ekspor produk kelapa sawit (23 milyar Dollar AS) melampaui ekspor migas Indonesia (15 milyar Dollar) dan jauh diatas ekspor lima komoditas perkebunan Indonesia lainnya seperti karet, kakao, kopi, tebu, dan teh. Namun, saat ini industri kelapa sawit dihadapkan pada tantangan maraknya persepsi negatif diantara para pemangku kepentingan, baik yang berada di dalam maupun di luar Indonesia.
Saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengambil posisi yang tegas dalam mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan industri sawit tidak mendapatkan diskriminasi dari pasar internasional.
Sementara itu Agus Purnomo, Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders Engagement Sinar Mas Agribusiness and Food menjelaskan, Perusahaan telah melakukan berbagai upaya dalam menerapkan praktek industri sawit yang berkelanjutan yang sejalan dengan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Agus menambahkan, salah satu capaian SDGs perusahaan adalah dalam hal penguatan kemitraan untuk pembangunan berkelanjutan (partnership for the goals).
“Melalui kegiatan seperti SMART SEED, program kunjungan dan lokakarya, kami mengajak para pemasok untuk bermitra dan bersama-sama menerapkan praktek berkelanjutan di industri kelapa sawit,” jelasnya.
“Setelah mencapai 100 persen, kemamputelusuran untuk pabrik minyak kelapa sawit milik Perusahaan, kami masih memiliki pekerjaan besar. Kami menargetkan untuk mencapai 100 persen kemamputelusuran sumber bahan baku pabrik minyak kelapa sawit pihak ketiga pada tahun 2020. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk mengenal para pemasok kami, sehingga kami dapat membantu mereka dalam penerapan prinsip dan praktek terbaik industri sawit yang berkelanjutan”, tegas Agus.
Sedangkan Lin Che Wei, Staff ahli Menko Perekonomian menjelaskan bahwa adanya rencana Uni Eropa untuk phasing out biofuel berbasis kelapa sawit pada tahun 2021 adalah berdasarkan alasan-alasan sosial dan lingkungan utamanya kerusakan hutan.
Keputusan Uni Eropa ini tidak datang tiba-tiba. Sudah sejak lama tekanan terhadap impor minyak sawit mendapat tekanan besar, utamanya dengan alasan-alasan lingkungan.
Untuk itulah sejak 2002, sebuah standar keberlanjutan yang dikembangkan bersama-sama oleh para pemangku kepentingan mulai digunakan dalam sektor sawit.
Standar itu dikenal dengan Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah standard sertifikasi sawit berkelanjutan yang bersifat sukarela, sesuai dengan nama kelompok pengembangnya.
Sementara di Indonesia, sebuah sistem sertifikasi juga telah dikembangkan yaitu standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dimana sejak 2009, ISPO telah dijalankan sebagai sebuah kewajiban.
“Saat ini, di bawah kepemimpinan Kemenko Perekonomian, sebuah upaya sedang dilakukan untuk membuat ISPO lebih banyak digunakan dan mendapatkan pengakuan internasional. Dengan adanya sertifikasi keberlanjutan yang diakui dunia, pembedaan sawit baik dari sawit yang kurang baik dapat dilakukan dengan mudah. Konsumen dan pembeli minyak sawit di seluruh dunia juga dapat menentukan kebijakannya untuk hanya membeli minyak sawit yang baik,” kata Lin Che Wei.
Adanya sertifikasi keberlanjutan yang diakui dunia, ini sangat diperlukan karena menurut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), sektor kelapa sawit diperkirakan mampu mengurangi angka kemiskinan lebih dari 10 juta orang, dan minimal 1,3 juta orang di pedesaan mampu keluar dari garis kemiskinan berkat pertumbuhan sektor kelapa sawit.
Ong Hock Chuan, praktisi komunikasi dari Maverick menjelaskan tentang pentingnya menyampaikan dan menyiarkan hal-hal positif tentang industri kelapa sawit.
Apalagi sebagai komoditas strategis nasional, kelapa sawit harus dapat diterima oleh banyak kalangan di ranah internasional.
“Para pemangku kepentingan industri kelapa sawit jangan mau terjebak di masalah yang telah lalu. Jika masalah di masa lalu telah ditangani sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku, sampaikanlah pada masyarakat. Setelah itu, jangan segan mempromosikan kebaikan-kebaikan yang diciptakan oleh perusahaan karena dunia perlu tahu potensi sesungguhnya dari kelapa sawit,” jelas Ong.