Komentari Ribut Beras Impor Dirut Bulog dan Menteri Enggartiasto, Sandiaga: Samakan Dulu Datanya
Sandiaga mengatakan masalah impor beras bisa dirunut dari data yang dimiliki pemerintah pusat serta data di kementerian.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calon wakil presiden Sandiaga Salahudin Uno ikut berkomentar soal perdebatan antara Direktur Utama PT Bulog Budi Waseso dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita soal beras impor.
Sandiaga mengatakan masalah impor beras bisa dirunut dari data yang dimiliki pemerintah pusat serta data di kementerian.
“Kita harus sinkronkan data karena data antara Kemendag dan Kementan (Kementerian Pertanian) sekarang berbeda, awalnya harus dari situ,” ungkap Sandiaga di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (20/9/2018).
Setelah data disinkronkan, Sandiaga mengatakan dari situ akan terlihat apakah sebenarnya Indonesia membutuhkan impor beras atau tidak.
“Kalau memang kurang berarti tidak ada jalan lain selain impor, kalau cukup kenapa harus impor,” tegas Sandiaga.
Karena itu Sandiaga meminta pemerintah pusat dalam hal ini Presiden untuk menertibkan data-data yang ada di semua kementerian, lembaga, dan BUMN.
Agar semuanya terlihat jelas dan transparan sehingga bisa diambil kebijakan yang tepat.
“Kalau pemerintahnya tegas maka akan diambil keputusan tegas untuk kepentingan semuanya, serta supaya situasi seperti ini tidak terus bergulir,” ujarnya.
Baca: Ribut-ribut Impor Beras, RR: Biarkan Enggar Petantang petenteng Begitu, Ssudah Waktunya Diganti
Sebelumnya Buwas mengkritik kebijakan impor beras yang dilakukan Mendag Enggartiasto untuk Bulog yang mencapai angka 2 juta ton.
Buwas mengatakan kebijakan impor tersebut tidak tepat lantaran stok beras di gudang Bulog sudah mencapai 2,2 juta ton, bahkan mencapai 3 juta ton karena masa panen belum selesai.
Sementara itu Menko Perekonomian Darmin Nasution mempertanyakan data dari Kementerian Pertanian yang menyatakan setiap tahun surplus beras nasional per tahun mencapai 11 ton.
“Data sebesar itu ke mana perginya? Padahal BPS dan Kementan berjanji memperbaikinya,” ucap Darmin di hari yang sama di Istana Negara.