OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga
kondisi pasar keuangan global masih mengalami ketidakpastian dipengaruhi oleh berlanjutnya isu perang dagang
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNENWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah kondisi likuiditas di pasar keuangan Indonesia yang masih mengalami volatilitas akibat berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, kondisi pasar keuangan global masih mengalami ketidakpastian dipengaruhi oleh berlanjutnya isu perang dagang antara AS dan Tiongkok dan normalisasi kebijakan moneter AS dan Eropa.
Ketidakpastian ini telah meningkatkan tekanan di pasar keuangan emerging markets, khususnya di negara-negara yang mengalami ketidakseimbangan eksternal.
“OJK mendukung penuh upaya pemerintah dalam mengurangi dampak adanya tekanan pasar keuangan global terhadap perekonomian domestik,” kata Anto dalam keterangan pers, Kamis (27/9/2018).
Upaya tersebut di antaranya, penjadwalan ulang proyek infrastruktur non-strategis dengan konten impor tinggi, penggunaan biosolar (B20), dan peningkatan tarif pajak penghasilan (PPh) impor produk konsumsi.
OJK menilai, dinamika di pasar keuangan diperkirakan masih akan berlanjut seiring masih tingginya downside risk di lingkup global. OJK memandang kemampuan sektor jasa keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masih terbuka, namun tetap dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Beberapa faktor risiko yang menjadi perhatian di antaranya adalah perkembangan suku bunga dan likuiditas global, gejolak di pasar keuangan emerging markets, dan tensi perang dagang.
“OJK akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional serta memperkuat koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait,” imbuhnya.
Dalam catatan OJK, hingga 21 September 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan tipis sebesar 1,0 persen secara bulanan dengan investor non residen mencatatkan net sell sebesar Rp 2,5 triliun. Sedangkanm sejak awal tahun ini, IHSG terkoreksi sebesar 6,3 persen dengan investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp 52,7 triliun.
Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield tenor jangka pendek, menengah, dan panjang kembali meningkat masing-masing sebesar 82 bps, 22 bps, dan 42 bps mtd. Peningkatan yield ini terjadi seiring dengan dinamika eksternal yang masih meningkat. Sampai dengan 21 September 2018, investor nonresiden masih mencatat net buy sebesar Rp4,4 triliun.
Kinerja intermediasi sektor jasa keuangan pada Agustus 2018 secara umum masih bergerak positif. Kredit perbankan dan piutang pembiayaan masing-masing tumbuh sebesar 12,12 persen dan 5,82 persen yoy, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 11,34 persen dan 5,53 persen.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,88 persen yoy. Premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi per Agustus 2018 masing-masing mencatat sebesar Rp 114,8 triliun dan Rp 49,3 triliun.
Sementara di pasar modal, pada periode Januari sampai dengan 21 September 2018, penghimpunan dana oleh korporasi telah mencapai Rp 130 triliun, dengan emiten baru sebesar 39 perusahaan, dan total dana kelolaan investasi sebesar Rp 740,69 triliun, meningkat 7,58 persen dibandingkan akhir tahun 2017.
Di tengah berlanjutnya volatilitas di pasar keuangan domestik, profil risiko lembaga jasa keuangan masih terjaga pada level yang manageable. Rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,74 persen, sedangkan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan berada pada level 3,11 persen.
Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan tercatat pada level yang cukup tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan per Agustus 2018 tercatat sebesar 23,01 persen, sedangkan Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 309 persen dan 434 persen.