Rizal Ramli: Arus Modal Asing Keluar dari Indonesia Akan Makin Besar
Sejak awal tahun ini, pelaku pasar sudah mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp 53 triliun.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ekonom Rizal Ramli memprediksi kecenderungan investor menarik dananya ke luar negeri akan meningkat jika pemerintah mengambil kebijakan ekonomi di belakang kecenderungan (behind the curve).
Rizal menuturkan, di pasar saham misalnya, sejak awal tahun ini, pelaku pasar sudah mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp 53 triliun.
"Yang terjadi bukan capital inflow, tapi capital outflow, makin lama makin meningkat kalau cara penanganan itu terlambat,” tutur Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini, dalam acara diskusi Rabu (26/9/2018) di Jakarta.
Seperti diketahui, saat ini yang menjadi tantangan ekonomi Indonesia adalah melebarnya defisit transaksi berjalan lantaran arus modal masuk yang seret.
Bahkan, investasi portofolio tercatat negatif pada triwulan pertama 2018.
Sebagai perbandingan, investasi langsung yang masuk ke Indonesia di tahun 2017 tercatat sebesar Rp 19,4 triliun, sedangkan pada triwulan pertama tahun ini, investasi yang masuk hanya Rp 2,9 triliun.
Pada triwulan kedua 2018, invetasi langsung kembali turun menjadi Rp 2,5 triliun.
Tak hanya itu, investasi portofolio mencatatkan tren negatif pada triwulan pertama tahun ini, di mana investor asing malah menarik dananya keluar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, investor tengah melakukan rebalancing portofolio, sehingga tidak ada arus modal masuk ke Indonesia.
“Investasi portofolio malah negatif, minus karena interest rate naik, likuiditas menurun dari sisi dolar, karena kebijakan normalisasi. Ditambah dengan perang dagang, ini jadi tantangan kita hari ini,” kata Menteri Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (6/9/2018).
Karena itu, untuk menekan defisit transaksi berjalan, pemerintah mengambil langkah mengendalikan impor melalui instrumen PPh pasal 22 yang menaikkan tarif pajak impor terhadap 1.147 barang.
“Kemampuan membiayai defisit transaksi berjalan menjadi tantangan, situasi arus modal masih gonjang-ganjing, pemerintah harus menangani defisit transaksi berjalan,” imbuhnya.
Belum Signfikan
Rizal menilai, kebijakan pemerintah yang membatasi impor terhadap 1.147 barang konsumsi dinilainya belum berdampak cukup signifikan untuk mengurangi impor.
Ini karena barang tersebut menurutnya seperti bedak, lipstik, hingga tasbih yang jika dikalkulasi, dengan adanya kebijakan tersebut, impor bisa berkurang 500 juta dolar AS.
Hal itu, katanya, tentu belum bisa membantu menyelesaikan defisit transaksi berjalan Indonesia pada triwulan kedua 2018 sebesar 8,0 miliar dolar AS atau 3,04 persen Produk Domestik Bruto.
“Kenapa ga fokus ke yang gede-gede, 10 impor indonesia yang paling besar, contoh baja dan turunan baja, nilai impornya 10 miliar dolar AS,” imbuhnya.
Sebab saat ini, banyak pabrik baja dalam negeri yang merugi lantaran serbuan impor baja dari China yang dijual dengan harga yang lebih rendah.
“Ambil dong kebijakan tarif anti-dumping misalnya, kalu dilakukan impor baja dari China bisa kurang 5 miliar dolar AS,” tuturnya.