Rupiah Melemah, Bos BCA: Sudah Belajar dari Krisis 1998
Jahja menuturkan, sejumlah mata uang dunia lain pun ikut terdepresiasi di tengah kedigdayaan dolar AS.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdepresiasinya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sejak awal tahun di kisaran 12 persen turut direspons industri perbankan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menyampaikan, perbankan sudah lebih siap mengantisipasi dampak pelemahan kurs Rupiah karena telah belajar dari krisis moneter 1998.
“Industri perbankan sejak 1998 sudah belajar ya, jadi mengelola dolar AS itu sudah lebih baik. Engga ada yang spekulasi, enggak ada pinjaman terlalu banyak dalam dolar, sehingga menurut saya industri perbankan sudah lebih siap,” kata Jahja, di Pacific Place, Sudirman, Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Jahja menuturkan, sejumlah mata uang dunia lain pun ikut terdepresiasi di tengah kedigdayaan dolar AS.
“Kenaikan rupiah memang ada, tapi Yen kan melemah cukup besar juga,” imbuhnya.
Menurutnya, pelemahan Rupiah relatif bisa terkendali selama tidak ada kepanikan. Justru, kata Jahja, yang perlu diperhatikan dari dampak pelemahan kurs adalah sektor riil, karena bahan bakunya banyak yang diimpor, pastinya akan berpengaruh terhadap kenaikan harga-harga barang di pasar.
“Kenaikan harga itu harus diliat dampak ke inflasi berapa besar. Kita bisa terus kendalikan inflasi sehingga inflasi tidak terlalu tinggi. Karena kita kan harus seimbang antara kurs, suku bunga, dan inflasi,” pungkasnya.
Untuk mengingatkan, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Selasa (9/10/2018) ke level Rp 15.235 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, laju Rupiah berada di level Rp 15.217 per dolar AS.