Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berdampak Buruk bagi Perekonomian Nasional
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kenaikan iuran dinilai tidak akan mampu menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kenaikan iuran dinilai tidak akan mampu menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru menimbulkan masalah baru yang lebih meluas, seperti menurunkan kegiatan ekonomi di Tanah Air.
"Menaikkan iuran tidak menyelesaikan masalah karena ditengah kondisi ekonomi yang sedang bergejolak saat ini, kenaikan iuran akan menciptakan inflasi, ujungnya konsumsi rumah tangga bisa lebih rendah. Blunder ke ekonomi," ujar Bhima saat dihubungi, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Bhima mengusulkan pemerintah perlu mengalokasikan lebih besar dana cukai, baik rokok, alkohol dan etil alkohol untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
"Cukai rokok sendiri yang merupakan 95 persen dari total penerimaan cukai angkanya mencapai lebih dari Rp 116 triliun, defisit BPJS Rp 10 triliun sampai Rp 16 triliun kecil dibandingkan cukai rokok hanya 10 persennya," papar Bhima.
Sebelumnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengusulkan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 untuk mengatasi defisit keuangan.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyatakan, pemerintah mempertimbangkan berbagai usulan terkait mengatasi defisit keuangan BPJS dan pemerintah sekarang sudah memutuskan penambahan dana sebesar Rp 4,9 triliun.