Ekonom: Waspadai Defisit Transaksi Berjalan dan Utang Luar Negeri
Didik J Rachbini mengatakan, Indonesia perlu mewaspadai dua masalah utama yang mendera perekonomian dalam negeri.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, Indonesia perlu mewaspadai dua masalah utama yang mendera perekonomian dalam negeri.
Kedua masalah itu adalah defisit transaksi berjalan dan utang luar negeri. Didik mengilustrasikan, kedua hal itu sebagai ‘malaikat pencabut nyawa’, sebab bisa berdampak negatif bagi ekonomi Indonesia ke depan.
Seperti diketahui, pada pada triwulan pertama 2018, transaksi berjalan Indonesia defisit 5,71 miliar dolar AS atau 2,21 persen Produk Domestik Bruto. Defisit itu kian melebar pada triwulan kedua 2018 menjadi sebesar 8,02 miliar dollar AS atau 3,04 persen PDB.
“Defisit transaksi berjalan sekarang berat sekali. Sekarang aja perkiraan saya bisa minus 25 miliar dolar AS,” kata Didik di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (6/11/2018).
Didik mengungkapkan, defisit transaksi berjalan menjadi salah satu pemicu terjadinya krisis moneter 1998, lantaran, devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, tidak mampu membiayai kebutuhan impor maupun jasa.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan butuh waktu yang tidak instan untuk membenahi defisit transaksi berjalan. Sebab, langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan defisit transaksi berjalan belum akan terlihat hasilnya secara langsung dalam jangka pendek.
“Momentum perbaikan dilakukan secara bertahap dan tidak bisa langsung terlihat pada triwulan yang sama," kata Menteri Sri Mulyani, saat jumpa pers KSSK di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Meski demikian, Menteri Sri Mulyani terus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan stakeholder terkait untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan antara lain melalui pengendalian kebutuhan impor proyek infrastruktur, implementasi biodiesel B-20 dan perluasan cakupan produk yang dikenakan PPh Impor.
Utang Luar Negeri
Persoalan berikutnya adalah utang luar negeri. Berdasarkan catatan Bank Indonesia Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Agustus 2018 tercatat sebesar 360,7 miliar dolar AS atau setara Rp 5.410 triliun dengan asumsi kurs Rupiah 15.000 per dolar AS. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 181,3 miliar dolar AS dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 179,4 miliar dolar AS.
Pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2018 dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN swasta di tengah melambatnya pertumbuhan ULN pemerintah dan bank sentral.
Didik menilai, beban utang luar negeri Indonesia dapat terus bertambah. Hal itu antara lain karena imbal hasil obligasi pemerintah semakin tinggi, proyek pembangunan infrastruktur yang masih berjalan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan penambahan utang untuk penanganan pemulihan pascabencana.
“Jadi gabungan antara utang pemerintah, korporasi maupun perusahaan-perusahaan di bawah naungan BUMN cukup besar. Itu kalau tidak hati hati jadi pencabut nyawa. Kita harus awas makanya,” ungkapnya.