Prediksi Ekonom: Defisit Transaksi Berjalan Triwulan IV-2018 di Atas 3 Persen dari PDB
Defisit transaksi berjalan di triwulan III-2018 diperkirakan mencapai 3,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kalangan ekonom memperkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia masih akan terjadi di triwulan keempat 2018 ini.
Kepala ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual memperkirakan, defisit transaksi berjalan di triwulan III-2018 mencapai 3,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
David Sumual menjelaskan, perekonomian dunia yang masih dibayangi oleh ketidakpastian yang bersumber dari Amerika Serikat yang melakukan normalisasi kebijakan moneter, kebijakan fiskal yang pro-cyclical, menyebabkan kenaikan suku bunga dan imbal hasil surat berharga Amerika Serikat yang berimbas ke seluruh dunia.
Selain itu, faktor menguatnya dolar Amerika Serikat dan pengetatatan likuiditas menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara emerging yang menyebabkan tekanan pada nilai tukar mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Indonesia merupakan negara yang bebas aliran modal, sehingga ketika ada arus modal keluar, perubahannya bisa begitu cepat,” kata David Sumual kepada Tribunnews.com, Kamis (8/11/2018).
Baca: Rencana Wuling Motors Ramaikan Pasar SUV Mid-Size Indonesia
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Tribunnews.com memaparkan, investor global sering memasukkan Indonesia ke dalam kelompok lima negara yang rentan mengalami gejolak akibat masalah defisit transaksi berjalan.
Sebagai perbandingan, pada triwulan III-2018, defisit transaksi berjalan kelima negara tersebut, Indonesia menyentuh 3,37 persen Produk Domestik Bruto, Brazil punya defisit transaksi berjalan 1 persen, Turki 5,7 persen PDB, India 2,4 persen, dan Afrika Selatan 3,5 persen PDB.
Baca: Jelajahi Nusantara, Mobil Listrik Blits Siap Tempuh Perjalanan Sejauh 15.000 Kilometer
Imbasnya, kata Bhima, investor akan cenderung berhati hati untuk membeli aset berdenominasi rupiah.
“Aliran modal masuk yang sempat menguatkan kurs rupiah rentan berbalik arah keluar. Rupiah kembali melemah. Pemerintah juga akan lebih sulit untuk terbitkan surat utang karena naiknya resiko dan bunga yang tinggi,” imbuhnya.
Bank Indonesia mencatat, defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 sebesar 8,8 miliar dolar AS atau 3,37 persen PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar 8,0 miliar dolar AS 3,02 persen PDB. Secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga triwulan III 2018 tercatat 2,86 persen PDB.
Baca: Dokter Mengeluh, Biaya Operasi Cesar Sebelum Ada BPJS Kesehatan Rp 6 Jutaan, Kini Cuma Rp 4,3 Jutaan
Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan itu dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.
“Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia,” tulis Bank Indonesia, dalam Laporan Neraca Pembayaran Realisasi Triwulan III-2018.
Baca: Enam Produk Perawatan Kendaraan Genuine Ini Bikin Mobil Mitsubishi Selalu Oke dan Kinclong
Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.
Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada triwulan III 2018 mencatat surplus yang cukup besar sebagai cerminan masih tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Transaksi modal dan finansial pada triwulan laporan mencatat surplus 4,2 miliar dolar AS, didukung oleh meningkatnya aliran masuk investasi langsung.