Analisis Ketua HIPMI Jaya Soal Dampak Kebijakan DNI Atas Industri UMKM di Indonesia
Afifuddin Suhaeli Kalla menilai keputusan relaksasi DNI ini dapat berpotensi melemahkan industri UMKM
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memperbaharui tiga kebijakan baru dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XVI, yaitu perluasan penerima fasilitas libur pajak (tax holiday), relaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI), dan pengaturan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA).
Dalam relaksasi aturan dasar DNI, pemerintah mengumumkan akan mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI, di mana di dalamnya pada 25 bidang usaha, dibuka kesempatan bagi investor asing untuk memiliki saham hingga 100 persen.
Keputusan ini diambil untuk mendorong penanaman modal dalam negeri maupun asing agar berinvestasi.
Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jaya, Afifuddin Suhaeli Kalla menilai keputusan relaksasi DNI ini dapat berpotensi melemahkan industri UMKM di Indonesia.
“UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional karena telah menyumbangkan 62,58 persen pada PDB yang dapat menjadi katalis pertumbuhan yang lebih tinggi. Relaksasi DNI ini dapat mengakibatkan pelemahan pengusaha UKM, apalagi pada sektor-sektor yang dibuka 100 persen penanaman modal asing,” kata dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (22/11/2018).
Afi menyampaikan walaupun tujuan pemerintah dalam hal ini baik yaitu meningkatkan investasi masuk ke Indonesia untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, namun kebijakan ini dapat menekan pertumbuhan pengusaha UMKM.
“Adanya investasi dari luar yang masuk ke Indonesia akan jadi hal yang positif, namun dengan skema PMA 100% otomatis akan banyak pengusaha UMKM yang akan terkena imbasnya bahkan kemungkinan hilang. Kami mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini dengan mempertimbangkan masukan masukan dari dunia usaha,” ujar Afi.