Kuartal I 2019 , RELI Prediksi IHSG Bakal Ada di Level 6250-6378
RELI memprediksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kuartal pertama 2019, berada di rentang 6.250 dan 6.378.
Penulis: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) memprediksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kuartal pertama 2019, berada di rentang 6.250 dan 6.378.
Kepala Riset RELI Lanjar Nafi menjelaskan, prediksi itu didasari aspek historis, IHSG semakin solid dan tak terpengaruh kampanye politik pemilu maupun pilpres.
Lanjar menjelaskan, tahun depan prospek investasi cukup baik. Dimana jika melihat historis 3 tahun pemilu kebelakang, IHSG terus mencatat return yang cukup tinggi. Secara akumulasi tahunan pada pemilu 2004 IHSG mampu naik 32.85 persen.
“Pemilu 2009 IHSG mengalami kenaikan sebesar 90,17 persen sedangkan pemilu 2014 naik 18,29 persen,” beber Lanjar, Kamis (27/12/2018) .
Secara sektoral, saham yang mengalami rata-rata return terbesar lebih dari 50 persen selama 3 pemilu terakhir dari 2004, 2009 dan 2014 adalah sektor Aneka Industri, Pertambangan, Keuangan Perbankan, Pertanian dan Properti.
Baca: Persija Jakarta Harus Bersaing dengan Klub Prancis untuk Datangkan Pemain Asal Kosovo
“Adapun IHSG di kuartal satu, bisa menguji 6.250 6.378. Secara teknikal menguji resistance tersebut jika IHSG masih kuat diatas 6100,’ kata Lanjar.
Dengan angka optimisik itu, Lanjar menilai, investasi di bursa masih prospektif. Apalagi ekonomi dalam negeri terus tumbuh. Belum lagi ditambah beberapa kebijakan pemerintah di tahun ini yang mungkin akan terasa pada tahun depan. Meskipun, kata Lanjar, secara sentimen global cukup memanas pada tensi perdagangan AS-China akan sedikit menghambat prospek IHSG di tahun depan.
Lanjar menjelaskan, jika tahun ini IHSG mampu ditutup di 6200, maka valuasi RELI tahun depan akan berada di kisaran 7.100 dengan asumsi BI 7days Repo Rate akan naik maksimal 3x di level 6,75 persen dan Inflasi berada di level mendekati 4 persen serta GDP yang masih optimis 5,2 persen dan Rupiah yang terjaga dibawah level 16.000 per USD.
“Momen politik tidak akan terpengaruh luar biasa. Pengaruh secara signifikan tidak, karena politik global antara AS dan China lebih panas. Mampu menarik investor asing dari emerging market,” tegasnya.
Lalu, saham apa yang layak dilirik di awal tahun 2019? Saham-saham Produsen CPO, dari hasil hitungan RELI, cukup berpeluang seperti AALI dan LSIP hingga produsen pertanian lain seperti TBLA. Perbankan pun layak untuk dicermati dengan BMRI, BBCA, BBRI dan BBNI serta property seperti WSKT dan PWON. Pertambangan batubara dan Emas seperti PTBA, ITMG, ADRO dan ANTM dan sektor aneka Industri seperti ASII.
“Selebihnya mulai dicermati saham-saham konstruksi BUMN seperti ADHI, PTPP, WIKA, WTON dan Infrastruktur JSMR,” ujar Lanjar.
Karena di tahun politik, trading pun tetap melihat pergerakan pasar. Kata Lanjar, trading maksimal jangka menengah dibawah 3 sampai 6 bulan dengan batasan stop-loss dinaikan sekitar 4 persen-5 persen pada saham-saham yang memiliki fundamental atau kinerja laporan keuangan pada tahun 2018 cukup baik.
Sementara itu, Direktur RELI Sriwidjaja Rauf menambahkan, selalu cermati harga saham. Karena bagi para risk taker, ketika indeks turun tajam, justru momen tepat untuk kembali mengoleksi saham-saham pilihan, blue chips yang mengalami koreksi dalam.
Pasar boleh saja terkoreksi dalam, namun bagi mereka yang memiliki prinsip investasi jangka panjang, selalu meraih cuan karena koreksi selalu diikuti dengan kenaikan dalam rentang jangka panjang. Keuntungan investasi jangka panjang ditemukan dalam hubungan antara volatilitas dan waktu. Jangan lupa, investasi jangka panjang juga bisa menghemat biaya lainnya, seperti biaya transaksi dari perdagangan aktif.
Investasi saham, tetap layak dipilih dan prospektif, jika digunakan untuk jangka panjang.
Agar hasil investasi maksimal, investor juga perlu menerapkan money management, alias menempatkan dana tidak dalam satu tempat. Sehingga potensi kerugian dapat diminimalkan. Mengetahui jangka waktu berapa lama berinvestasi juga bisa menghindarkan dari kegagalan investasi.