Sri Mulyani Puji Kepemimpinan Jokowi Demi Tekan Defisit Transaksi Berjalan
Guna meyakinkan investor kembali menanamkan modal ke Indonesia, pemerintah berusaha menciptakan kredibilitas melalui kebijakan solid
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit transaksi berjalan atau current acount deficit (CAD) membuat Indonesia rentan pada guncangan ekonomi global, seperti keluarnya aliran modal atau capital outflow dan depresiasi.
"Ketika negara Anda punya CAD, Anda akan menjadi target dan mendapat hukuman berupa capital outflow dan depresiasi," kata Sri Mulyani di hadapan lebih dari 600 investor lokal dan asing di Mandiri Investment Forum (MIF) 2019 di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Guna meyakinkan investor kembali menanamkan modal ke Indonesia, pemerintah berusaha menciptakan kredibilitas melalui kebijakan solid dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI)
BI merespons dengan kebijakan bunga 7 days reverse repo rate dipertahankan di level 6 persen. Menurutnya, kecepatan merespon ini didorong oleh baiknya hubungan antara presiden, pemerintah atau kementerian keuangan dan BI sebagai bank sentral Indonesia.
"Beberapa negara tak bisa melakukannya. Di Turki bahkan India hubungannya tidak sebaik di sini. Turki pecat saja Gubernur Bank Sentralnya, India serupa. Kita deteksi tekanan itu, dan presiden mengatakan "saya percayakan kamu melakukan yang terbaik untuk negara", dan pak Ferry (Gubernur BI) cepat naikkan bunga acuan tanpa omongan saya, pak Darmin (Menko Perekonomian) atau pak presiden" tutur dia dalam bahasa Inggris disambut tawa dari peserta acara.
Baca: Pengakuan Sule Ditanya Cari Istri Baru atau Balikan Sama Mantan: 'Mungkin Gue Kurang Ganteng'
Sri Mulyani mengatakan, sikap yang diambil presiden RI Joko Widodo merupakan suatu pengorbanan. Jokowi, menurutnya, mempercayakan BI membuat kebijakan untuk mengatasi tekanan global, meski kebijakan tersebut tidak populis.
"Saya tahu tidak mudah dan painful menjelang pemilu. Tapi itulah yang disebut kepemimpinan, Anda tahu yang lebih penting dibanding meningkatkan popularitas. Me-manage ekonomi bukanlah soal kontes popularitas, tapi mengatur keseimbangan untuk banyak hal di masa mendatang," jelasnya.
"Banyak orang fokus ke utang atau defisit, tapi tidak memerhatikan instrumen fiskal dan kebijakan yang digunakan untuk menghadapi tekanan. Dalam ekonomi, bagaimana Anda buat kebijakan yang sustainable, kondisi keuangan yang terjaga, sehat, fiskal prudent, dan bank sentral (BI) independen," pungkasnya.