Bappenas: Ekonomi Indonesia Tahun 2020-2024 Tumbuh di Kisaran 5,4-5,7 Persen
Menggandeng Asian Development Bank (ADB), Bappenas memetakan kebijakan untuk mendukung pembangunan sektor manufaktur Indonesia untuk 2020-2024.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Grace Olivia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperhitungkan potensi rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan dalam periode 2020-2024 berada dalam rentang 5,4% - 5,7%.
Namun, struktur perekonomian yang masih bersandar pada sektor pertanian, sumber daya alam (SDA), serta manufaktur dan jasa sederhana dinilai tak memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan tersebut.
Menggandeng Asian Development Bank (ADB), Bappenas memetakan kebijakan untuk mendukung pembangunan sektor manufaktur Indonesia untuk 2020-2024.
Kebijakan terutama ditujukkan untuk memacu pertumbuhan sektor manufaktur yang sejak krisis ekonomi 1998 lalu selalu tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal, sektor manufaktur memegang kontribusi terbesar terhadap terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, yakni sekitar 20%.
"Ini kenapa pertumbuhan ekonomi kita sulit ke atas 5%, karena sektor manufaktur yang notabene memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB saja hanya tumbuh sekitar 4%, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro dalam pidatona di acara peluncuran Laporan Kebijakan untuk Mendukung Pembangunan Sektor Manufaktur Indonesia 2020-2024, Jumat (8/2/2019).
Baca: 10 Lembaga Paling Banyak Terlibat Kasus Korupsi Tahun 2018 Versi ICW
Padahal, ADB mencatat, sektor manufaktur memiliki setidaknya empat keunggulan yang menjadikannya sebagai "mesin pertumbuhan ekonomi".
Pertama, manufaktur menjadi sarana untuk mengalihkan tenaga kerja tradisional yang produktivitasnya rendahmenjadi tenaga kerja profesional dengan produktivitas tinggi.
Kedua, manufaktur dapat menaikkan produktivitas ekonomi Indonesia lebih cepat dibandingkan sektor lainnya. Pertumbuhan produktivitas paling signifikan akan terlihat pada tenaga kerja, terlepas dari kondisi kebijakan domestik, sumber daya manusia, geografi, maupun kualitas institusi yang melingkupi industri manufaktur itu sendiri.
Baca: 10 Lembaga Paling Banyak Terlibat Kasus Korupsi Tahun 2018 Versi ICW
Ketiga, produk manufaktur memiliki elastilitas permintaan yang lebih tinggi dibandingkan produk pertanian.
Di tengah permintaan terhadap produk manufaktur yang meningkat secara global, biaya produksinya justru dalam tren menurun sehingga berpotensi lebih menguntungkan.
Baca: Tarif Tiket Mahal, Terminal Keberangkatan 1B Bandara Soekarno Hatta Terlihat Sepi Penumpang
Negara yang spesialisasinya pada produk pertanian maupun produk primer lainnya sudah tentu tak akan menikmati keuntungan dari pasar manufaktur dunia yang kian berkembang ini.
Keempat, perlu dicatat bahwa dalam kaitannya dengan neraca pembayaran, semakin tinggi pendapatan per kapita suatu negara maka semakin tinggi pula permintaan terhadap produk manufakturnya.
Tanpa basis manufaktur yang kuat, negara berkembang seperti Indonesia akan terus mengimpor barang manufaktur untuk memenuhi kebutuhannya dan ini akan memukul neraca pembayaran secara berkepanjangan.