Founder CHI Dorong Perajin Canting Jadi Target Kegiatan CSR Perusahaan
Di lapangan, populasi perajin canting terus menyusut. Kota batik seperti Pekalongan saja tercatat perajin canting tinggal 25 orang.
Penulis: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mungkin belum banyak yang menyadari pentingnya peran perajin canting dalam proses terciptanya batik.
Perajin canting sejatinya juga menjadi pihak yang ambil bagian dalam pelestarian batik yang secara resmi diakui UNESCO dalam Daftar Representative sebagai Budaya Tak-Benda Warisan Manusia (Representative List of The Intagible Cultural Heritage of Humanity).
Canting sendiri merupakan alat untuk membatik. Nah, canting ini pada umumnya terbuat dari bahan tembaga yang ujungnya lancip menyerupai paruh burung.
Di lapangan, populasi perajin canting terus menyusut. Kota batik seperti Pekalongan saja tercatat perajin canting tinggal 25 orang.
Bahkan di kota lain seperti Solo disebut-sebut perajin canting tersisa 10 orang lagi.
Berangkat dari kondisi inilah, Inisiator & Founder The Cultural Heritage of Indonesia (CHI) Wiwit Ilham Panjaitan berinisiatif memberikan apresiasi kepada perajin canting.
”Kepedulian kami terhadap warisan budaya Indonesia ini diwujudkan dalam pemberian penghargaan kepada pelestari batik, pada khususnya perajin canting,” katanya dalam bincang-bincang santai dengan media akhir pekan lalu.
Secara seremoni, Wiwit menjelaskan penghargaan itu sudah dilakukan melalui sebuah acara bertajuk The Culture Heritage Indonesia atau CHI Award 2018 akhir tahun lalu.
Hanya, sambung wanita yang pernah berpetualang ke Antartika ini, apresiasi itu tak berhenti di situ.
Wiwit mengaku sedang menyusun rencana agar perajin canting menjadi target pembinaan agar makin berkembang.
”Konkretnya kami akan mengajak perusahaan-perusahaan melalui kegiatan CSR (corporate sosial responsibility) yang ditujukan ke perajin canting,” terang dia.
Baca: Kemeja Batik 01 Jokowi Dikerjakan oleh 3 Penjahit Andalan Langganan Jokowi di Solo
Secara khusus, Wiwit menjelaskan CHI sendiri merupakan divisi di bawah Yayasan Al-Mar yang didedikasikan untuk berperan aktif dalam melestarikan warisan budaya Indonesia.
”CHI merupakan lembaga atau forum yang serius dan peduli terhadap warisan budaya di Indonesia,” katanya.
Di dalam CHI, Wiwit turut didukung sejumlah nama yang duduk sebagai Co-Founder CHI seperti Insana Habibie, Tri Dessano Sudwikatmono, dan Pinta Solihin Kalla.
”Setiap tanggal 2 Oktober kita memperingati Hari Batik, tapi di balik itu batik punya banyak masalah di mana saat ini perajin canting sangat sedikit. Inilah alasan kami ingin mengangkat perajin canting,” urainya seraya menambahkan CHI juga concern dengan seni dan budaya Indonesia lainnya.