Bank Indonesia: Proyek Infrastruktur Sumbang Defisit Neraca Transaksi Berjalan 6 Miliar Dolar
Total defisit neraca transaksi berjalan tahun lalu mencapai US$ 31 miliar, atau sekitar 3,57% dari produk domestik bruto Indonesia (PDB).
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla untuk fokus membangun infrastruktur bukan tanpa ongkos.
Bank Indonesia mencatat, proyek-proyek infrastruktur yang membutuhkan bahan impor, menjadi salah satu penyebab defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit tahun 2018.
Dalam hitungan kasar BI ada impor untuk kebutuhan proyek infrastruktur nilainya mencapai US$ 6 miliar.
Total defisit neraca transaksi berjalan tahun lalu mencapai US$ 31 miliar, atau sekitar 3,57% dari produk domestik bruto Indonesia (PDB).
Baca: Faisal Basri Ingatkan Risiko Besarnya Pembiayaan Anggaran dari Penerbitan Surat Utang
"Kalau dikurangi impor untuk infrastruktur itu sebenarnya current account deficit bisa tercapai 2,5% dari PDB," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara dalam diskusi panel Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan, dalam rangka peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018 Rabu 27/3) di Jakarta.
Namun, Mirza menegaskan impor untuk proyek infrastruktur ini dibutuhkan oleh Indonesia. Sebab menjadi capital good bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Menanggapi kondisi ini, mantan Gubernur BI Syahril Sabirin menyarankan agar Bank Indonesia membuat kajian khusus agar bisa menakar berapa besar manfaat proyek infrastruktur ini bagi perekonomian Indonesia secara global.
"Agar terlihat berapa besar dampak setiap Rp 1 dana yang dikeluarkan untuk proyek infrastruktur ini terhadap ekonomi Indonesia," katanya.
Reporter: Benedicta Prima, Syamsul Ashar
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul BI: Proyek infrastruktur sumbang defisit neraca transaksi berjalan US$ 6 miliar