Ekonom UI Kritik Kegagalan Pemerintah Dorong Pertumbuhan Ekonomi, ''Terjebak di Lima Persen''
Hasil penelitian empiris yang dia lakukan menunjukkan, perekonomian Indonesia seharusnya dapat tumbuh minimal 6 persen sepanjang 2015 sampai 2017.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews, Reynas Abdilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai gagal memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, bahkan kini terjebak di angka pertumbuhan ekonomi lima persen saja.
Hal itu disampaikan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi dalam diskusi Forum Ekonomi Milenial di kawasan SCBD Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Hasil penelitian empiris yang dia lakukan menunjukkan, perekonomian Indonesia seharusnya dapat tumbuh minimal 6 persen sepanjang 2015 sampai 2017.
“Artinya apa Indonesia hanya tumbuh di bawah angka potensial (4-5 persen). Ini berarti Indonesia kurang dorongan pertumbuhan ekonomi. Sebenarnya tanpa pemerintah Indonesia bisa tumbuh lima persen,” papa Fithra.
Baca: Davin Kirana, Caleg yang Surat Suaranya Tercoblos Itu Anak Bos Lion Air dan Dubes RI di Malaysia
Lantas apa yang membuat Indonesia tidak mampu keluar dari jeratan lima persen, Fithra menyampaikan ada tiga kebijakan yang mengindikasi kesalahan arah kebijakan pemerintah.
Pertama menurutnya, kebijakan pemerintah menimbulkan crowding out effect atau aksi berebut dana antara pemerintah dan korporasi dalam menghimpun dana.
Baca: Polisi Hanya Kategorikan Penganiayaan Ringan Terhadap Para Pelaku Penganiayaan Audrey
“Sektor swasta tidak kebagian (sumber dana) ini dikarneakan pemerintah menguasai sekitar 85 persen total obligasi di pasar. Sektor swasta yanf seharusnya menjadi agen sektor riil menjadi tidak bisa ekpansi bisnis,” tuturnya.
Diketahui sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mematok target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) bruto sebesar Rp 825,7 triliun.
Penerbitan itu hanya turun 3,59 persen dibanding target APBN 2018 yang mencapai Rp 856,49 triliun
Faktor lainnya, pemerintah belum mengeluarkan insentif fiskal yang berdampak langsung kepada konsumsi, misalnya potongan pajak (tax cut).
“Yang terkahir pemerintah juga tidak mementingkan investasi pada industri manufaktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) karena terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur,” paparnya lagi.
Hal yang sama juga dikatakan oleh praktisi ekonomi Universitas Indonesia, Rizal Edi Halim bahwa pertumbuhan ekonomi dari sisi lapangan usaha ditopang oleh manufacturing, pertanian dan pertambangan.
Menurutnya sektor manufaktur dan pertanian selalu menjadi fokus pembangunan karena menyerap tenaga kerja paling banyak.
“Sejak 2014 lalu kedua sektor itu ditinggalkan. Pemerintah malah fokus untuk pembangunan infrastruktur. Padahal kedua sektor ini penyumbang PDB terbesar dan penyerap lapangan kerja terbanyak," tegasnya.