Ciptakan Iklim Persaingan Sehat, Pemerintah Didesak Atur Tarif Promo Ojek Online
Pemerintah berkewajiban ciptakan iklim persaingan sehat di transportasi online dengan mengatur praktik perang tarif yang dikemas dalam bentuk promo
Penulis: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berkewajiban menciptakan iklim persaingan sehat di sektor transportasi online dengan mengatur praktik perang tarif yang dikemas dalam bentuk promo.
“Praktik promosi sebenarnya merupakan praktik marketing umum bila diberikan secara wajar. Tetapi, bila promonya jor-joran seperti harga 1 rupiah atau 0 rupiah itu sudah diluar batas wajar," kata mantan Ketua Komisioner KPPU Syarkawi Rauf dalam diskusi publik “Aturan Main Industri Ojol: Harus Cegah Perang Tarif” di Hotel JS Luwansa, Senin (20/5/2019).
Pemerintah, sambung dia, mencoba mengatur industri transportasi online melalui Permenhub 12/2019 dan Kepmenhub 348/2019, yaitu dengan aturan biaya jasa batas bawah; biaya jasa batas atas; dan biaya jasa minimal.
Namun ada unsur khusus yang menjadi praktik di industri transportasi online yang lolos dari aturan yaitu praktik subsidi berbalut promo.
Promo ini bentuknya beragam mulai dari potongan harga berbentuk voucher diskon; potongan harga jika konsumen menggunakan alat pembayaran elektronik tertentu; atau promo harga paket langganan.
Lantaran promo sudah kelewat batas kewajaran, Syarkawi mendesak pemerintah merevisi Kepmenhub 348/2019. Tujuannya untuk menambahkan dua poin yaitu tentang besaran dan batas waktu promo.
Lagi pula, praktik promo di luar batas kewajaran telah melanggar UU 5/1999 tentang ‘Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat’.
Syarkawi menduga, upaya jor-joran ini adalah upaya mematikan pesaing untuk merebut pangsa pasar dan berujung pada persaingan tidak sehat.
“Pada transportasi online uniknya monopoli tidak akan hanya merugikan konsumen, tapi juga driver karena mereka akan kehilangan posisi tawar dan pilihan,” katanya.
KPPU memang harus bisa membuktikan adanya upaya monopoli itu. Caranya dengan melakukan penyidikan kepada aplikator terduga melakukan praktik tersebut. ”Selama ini yang melakukan promo Rp1 dan sejenis itu kan Grab. Ya fokus ke Grab saja,” cetus Syarkawi.
Dia mendesak agar pemerintah segera merevisi Permenhub 12/2009 supaya membatasi promo pada batas wajar dan memberikan
sanksi bagi aplikator yang terindikasi melakukan promo tidak wajar.
Sementara itu, Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin menilai Menteri Perhubungan sudah sangat
bijaksana mengatur dan memperhatikan keberlangsungan usaha transportasi online.
Hanya, dia menekankan Kemenhub bisa menerapkan pengaturan transportasi konvensional dan transportasi roda-empat online yang melarang promo dibawah batas bawah ke pengaturan ojek online.
Baca: Akui Ada Keluhan dari Penumpang, Grab Klaim Tarif Baru Bikin Pendapatan Mitra Naik
Muslich mencontohkan Blue Bird dan Express yang tak berperang tarif tapi di layanan dan produk yang solutif.
"Kemenhub sebaiknya bisa menerapkan beleid pembatasan promo di aturan. ojek online, seperti yang diterapkan di Permenhub soal taksi online,” kata Muslich.
Terakhir, Ketua Tim Peneliti RISED yang juga ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara menjelaksan berdasarkan penelitian yang lembaganya lakukan 75% konsumen menolak penerapan tarif baru ojek online.
“Kenaikan tarif ini justru bisa menggerus permintaan ojek online yang akhirnya bisa berdampak negatif pada pendapatan pengemudi,” kata Rumayya seraya menambahkan mayoritas pengguna ojek online berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Pemerintah jangan sampai membaca animo yang salah. Karena tidak akan terjadi perubahan tarif yang dirasakan masyarakat karena tertahan oleh praktek promo jor-joran, bahkan mungkin bisa lebih murah dibandingkan tarif lama.”