Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Komisi XI DPR Agendakan RDP Bersama OJK Akhir Bulan Ini

Anggota Komisi XI DPR RI, Haerul Saleh menjelaskan, RDP guna memperoleh penjelasan terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Komisi XI DPR Agendakan RDP Bersama OJK Akhir Bulan Ini
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Suasana aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2013). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi XI berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir bulan ini.

Anggota Komisi XI DPR RI, Haerul Saleh menjelaskan, RDP guna memperoleh penjelasan terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Akhir bulan, kami ada rapat dengar pendapat dengan mereka (OJK)," tuturnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat, (14/6/2019).

Kata Haerul Saleh, hal tersebut sudah pernah dibahas oleh Komisi XI dalam rapat beberapa waktu lalu. Ketika itu, OJK melempar tanggung jawab pada manajemen yang lama.

"Waktu itu pihak OJK menjawab bahwa hal tersebut  merupakan kesalahan kebijakan lama. Tapi menurut saya, masalah tersebut tidak bisa dilimpahkan begitu saja," katanya.

Haerul Saleh menggariskan itu merupakan keputusan kelembagaan yang harus dilaksanakan oleh lembaga. Apabila tidak digunakan atau dimanfaatkan sebagaimana mestinya itu berarti ada inifesiensi yang secara sengaja dilakukan.

Oleh karena itu, ia mengaku masih akan menuntut OJK untuk menjelaskan secara komprehensif.

Berita Rekomendasi

"Nanti setelah itu, baru kita lihat  rekomendasi BPK sepeti apa. Apakah memang masih ada jalan perbaikan dengan melakukan pengembalian atau ada unsur hukum lain. Yang pasti  harus ada yang bertanggungjawab," katanya.

Dilansir Kontan, berdasar Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2018 BPK yang terbit akhir Mei lalu, ada delapan catatan BPK atas dana pungutan dari industri keuangan itu.

Pertama, tidak ada dasar penghitungan perencanaan pungutan OJK sejak 2016 - 2018. BPK menilai rencana kerja dan anggaran (RKA) tahun tersebut tak memiliki dasar perhitungan jelas dan akurat atas lembaga keuangan yang diawasinya.

Padahal, pungutan ini sumber anggaran OJK sejak 2016.

Kedua, perencanaan kegiatan dan penggunaan dana tidak memadai karena ada tiga departemen melakukan revisi kegiatan penggunaan dana yang nilainya cukup signifikan.

Ketiga, BPK menilai OJK boros dalam penyewaan gedung Wisma Mulia 1 dan 2. Pasalnya, dari dua gedung yang disewa hanya sebagian gedung Wisma Mulia 2 yang dipakai. Akibatnya pengeluaran uang sewa tidak manfaat.

Keempat, data sumber dan perhitungan anggaran remunerasi tidak jelas dan melebihi kebutuhan OJK.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas