APPKSI Minta Pemerintah Cabut Pemberlakuan Pungutan Ekspor CPO
Pemerintah Indonesia harus menjaga perkebunan dan industri sawit untuk mengatasi angka kemiskinan sesuai tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI), Arifin Nur Cahyono, meminta pemerintah memperjuangkan nasib Petani Plasma Sawit untuk menolak pemberlakuan kembali pungutan Ekspor CPO.
Menurut dia, Perkebunan dan industri minyak kelapa sawit di Indonesia berkontribusi mengurangi angka kemiskinan yang juga menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Petani Plasma Sawit menguasai 41 persen lahan sawit dengan Iuas lahan mencapai 4,6 juta hektar dan tenaga kerja langsung yang terserap di perkebunan sawit mencapai 5,5 juta orang dan pekerja tak langsung 12 juta.
"Pemerintah Indonesia harus menjaga perkebunan dan industri sawit untuk mengatasi angka kemiskinan sesuai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB tahun 2030," kata Arifin, dalam keterangannya, Selasa (25/6/2019).
Dilansir Kontan, senada dengan Arifin, Andri Gunawan, Ketua Umum APPKSI,menilai pungutan US$ 50 per ton CPO tersebut mengakibatkan harga tandan buah segar (TBS) merosot, sehingga menyengsarakan petani.
Andri menegaskan mereka terpaksa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Keuangan di Lapangan Banteng Jakarta setelah tersiar kabar pemerintah akan kembali melakukan pungutan CPO .
"Kami akan menyurati pemerintah, bila perlu kembali menggelar demo jika pemerintah melakukan pungutan lagi," kata Andri dikutip dari Kontan.
Menurut Andri, pungutan ekspor CPO akan berdampak secara sistemik pada kehidupan keluarga ekonomi petani sawit yang jumlahnya hampir 5 juta petani.
Selain itu, selama 3 tahun pun hasil pungutan ekspor CPO yang dihimpun oleh BPDKS hanya dinikmati oleh para konglomerat pemilik Industri biodiesel yang mendapatkan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO, sebagai dana untuk mensubsidi Industri biodiesel mereka.
"Hanya 0,1% saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun Petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," terangnya.
Menurut Andri, dalam tiga bulan terakhir ini petani sawit baru saja menikmati peningkatan harga TBS, setelah sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO, harga tandan buah segar sawit anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan dan menyebabkan kemiskinan pada Petani Sawit ,serta terbengkalainya kebun kebun sawit petani akibat tidak terawat, dan petani tak sanggup beli pupuk.
Menurutnya, pungutan ekspor CPO selain menyengsarakan petani, juga akan menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani Pungutan ekpor CPO oleh pemerintah Malaysia.
"Karena itu kami meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan Pungutan Ekspor CPO," tegasnya.
Persoalan pengelolaan dan pemanfaatan pungutan CPO ini juga pernah menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sejak tahun 2017, KPK melakukan investigasi. Lembaga anti rasuah ini menemukan pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena tak ada verifikasi yang baik. Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel.
Diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Mei 2015.
Artikel Hasil Kompilasi dari berita yang sudah tayang di Kontan.co.id dengan Judul: "APPKSI minta pemerintah cabut kebijakan pungutan ekspor CPO"