Ombudsman: Pemerintah Harus Serius Tangani Promo Jor-Joran di Bisnis Transportasi Online
"Standar pelayanan ke konsumen menjadi tidak terpenuhi, dan ini akan merugikan konsumen,” ujar Alamsyah Siregar.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Ombudsman Alamsyah Siregar meminta pemerintah khususnya Kementerian Perhubungam lebih serius membenahi persaingan tidak sehat di bisnis di transportasi berbasis online di Indonesia.
Salah satu fokus yang harus ditangani menurut Alamsyah adalah penetapan standar layanan ke konsumen oleh perusahaan penyedia layanan transportasi online (aplikator), agar bisa menjadi basis bagi penentuan tarif batas bawah dan atas.
Alamsyah menegaskan, tujuan dari penerapan tarif batas bawah atau atas itu pada salah satunya adalah terkait keselamatan konsumen. Jika tarif yang dieksekusi oleh operator terlalu rendah, memicu persaingan yang tidak sehat.
"Standar pelayanan ke konsumen menjadi tidak terpenuhi, dan ini akan merugikan konsumen,” ujar Alamsyah.
Hal lain yang Alamsyah minta Pemerintah segera tangani adalah mengawasi praktik tarif promo yang menurutnya masih berlangsung di industri ini. Dia mengatakan hal ini harus dicegah agar jangan sampai bisnis transportasi online memburuk memburuk sebagaimana yang terjadi di industri penerbangan dan industri telekomunikasi.
Baca: Lagi, Bocoran Terbaru Kabinet Jokowi: Tak Semua Menteri Tergusur, Ada 7 yang Diperkirakan Bertahan
Promo yang berlebihan akhirnya hanya menyisakan segelintir perusahaan dan berdampak pada masalah perlindungan konsumen.
“Promo jor-joran itu pada akhirnya memicu praktik akal-akalan di industri terkait dengan memanipulasi jumlah pelanggan," kata dia.
Baca: Dituduh Ingkar Janji, Ashanty Terperangah Oleh Gugatan Rp 9,4 Miliar dari Partner Bisnis
Karenanya, Pemerintah harus serius mengawasi praktik akal-akalan ini dan tegas menegur mereka yang terbukti melanggar aturan karena ini untuk tujuan perlindungan konsumen sekaligus kesinambungan industri.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Harryadin Mahardika mengatakan, sebenarnya Kemenhub punya wewenang menghentikan karena praktik promo di transportasi online karena periode promo yang dijalankan sudah terlalu panjang.
Baca: Inilah Penjelasannya, Mengapa Berat Badan Penderita Diabetes Cenderung Naik
"Ini yang saya sebut sebagai predatory pricing tapi disamarkan dalam deep discounting alias promo besar-besaran,” sebutnya.
Dia mencontohkan, praktik tarif promo yang dijalankan operator Grab. Menurutnya, hal tersebut juga dapat menjadi dasar bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengambil tindakan demi mencegah praktik persaingan tidak sehat diantara sesama operator, terutama oleh operator yang didukung dana besar.
“Yang dilakukan Grab dengan memberikan diskon besar-besaran dalam jangka waktu panjang itu pada akhirnya mengandung unsur permanen, sehingga hal itu menjadi bagian dari komponen harga. Ini tidak bisa dibiarkan karena berarti melanggar prinsip promosi,” kata dia.
Harryadin menyarankan agar KPPU atau Kemenhub untuk melakukan penyidikan, dengan meminta data dari survei terhadap masyarakat, mengenai kapan promosi itu berlangsung, dan berapa orang yang menggunakan promosi itu.
Data tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar ekspansi pasar yang dilakukan Grab dengan mengakuisisi pengguna aplikasi ojek online (ojol) lewat promo besar-besaran.
Harryadi menyebutkan, Grab pernah menyatakan menguasai 70% pangsa pasar dan akan terus berekspansi.
"Niat Grab menguasai pasar yang lebih besar sebenarnya juga dapat memperkuat dasar perlunya KPPU mengambil tindakan. Kalau pada akhirnya industri ini hanya menyisakan satu pemain, harga pun dikendalikan oleh mereka dan semuanya akan jadi mahal,” kata dia.