Penggabungan Produksi SKM dan SPM Dinilai Bisa Mengarah ke Oligopolisasi
“Kalau perusahaan besar melakukan oligopolisasi maka praktis UMKM kehilangan pasar,” ungkapnya.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Penyederhanaan layer cukai dan penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) mengarah pada oligopolisasi pada Industri Hasil Tembakau (IHT).
Penggabungan batasan produksi SKM dan SPM memiliki semangat yang sama atas penyederhanaan cukai tembakau pada PMK 146 Tahun 2017.
Anggota komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengatakan agar pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru dengan semangat yang sama seperti pada PMK 146 Tahun 2017, yang dicabut melalui PMK 156 Tahun 2018.
“Dengan penyederhanaan layer dan penggabungan (produksi), maka pilihan bagi pelaku usaha adalah melakukan penggabungan (merger) atau akuisisi perusahan kecil oleh perusahaan besar untuk dapat bertahan. Pilihannya menggabungkan diri atau mengubah pola produksi. Oleh karena itu, pelaku usaha berkurang, ini dapat mengarah ke oligopolisasi,” ucapnya ke media, Jumat (5/7/2019).
Oligopolisasi merupakan tingkat penguasaan pasar yang semakin terkonsentrasi pada segelintir pelaku bisnis.
Ia mengatakan jika oligopolisasi terbentuk oleh aturan, anggota komisioner KPPU menghawatirkan akan lebih mudah terjadinya persekongkolan dalam penentuan harga maupun jumlah produk oleh segelintir pelaku industri.
“Jika ada peraturan yang memengaruhi persaingan usaha dan berpengaruh pada berkurangnya jumlah pelaku usaha, ini warning bagi kami,” ujar Kodrat.
Ia juga menjelaskan bahwa jumlah pelaku usaha pengolahan tembakau sudah jauh berkurang.
“Pada tahun 2008 terdapat 4000-an pelaku usaha, sedangkan saat ini berkisar antara 700 – 600,” ucapnya.
Kodrat lanjut menjelaskan, di industri tembakau ada kemitraan antara perusahaan besar dengan UMKM. UMKM sebagai subkontraktor bagi perusahaan besar.
“Kalau perusahaan besar melakukan oligopolisasi maka praktis UMKM kehilangan pasar,” ungkapnya.
Kodrat menilai bahwa persaingan usaha di IHT saat ini bersifat kompetitif.
Ia meminta kepada Kementerian Keuangan untuk berhati-hati membuat PMK baru terkait kebijakan cukai, serta mempertimbangkan dengan matang agar tidak bersinggungan atau melanggar undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
“Jangan sampai (PMK baru) mencederai banyak hal, termasuk kepentingan KPPU yang memastikan persaingan ini berjalan dengan baik,” tutupnya.