Hindari Oligopoli Industri Tembakau, Masyarakat Tembakau Minta Menkeu Tolak Simplikasi Cukai
Salah satu kebijakan Presiden Joko Widodo tersebut antara lain tidak menyederhanakan atau menolak simplifikasi dalam pemungutan cukai rokok.
Editor: Hasanudin Aco
Demikian halnya dengan kebijakan di bidang pemungutan cukai. Kebijakan itu hendaknya tidak merugikan mayoritas rakyat Indonesia dan menguntungkan hanya segelintir pengusaha.
Apalagi jika yang diuntungkan hanya kelompok perusahaan multi nasional company atau MNC di bidang industry rokok.
Kebijakan yang dibuat harus dilakukan secara cermat oleh pemerintah. Jangan sampaik kebijakan yang diambil pemerintah sengaja maupun tidak sengaja, ujung ujungnya mengarah ke arah oligopoly.
Mematikan iklim persaingan bisnis termasuk bisnis industry hasil tembakau. Jika pasar hanya dikuasai oleh perusahaan modal besar apalagi dari luar negeri, bukan tidak mustahil yang akan sangat dirugikan, adalah industry industry kecil yang dikelola masyarakat.
Lebih lanjut, mantan aktiifis mahasiswa tahun 1990an ini menyampaikan, saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang sangat berat.
Apabila pemerintah menaikan cukai rokok dan melakukan perubahan cara pemungutan cukai, atau yang dikenal sebagai simplikasi penarikan cukai, dikhawatirkan akan memberatkan mayoritas pelaku industry rokok dan pada akhirnya memberatkan masyarakat petani dan pekerja rokok.
Jika petani dan masyarakat pekerja industri rokok sampai kehilangan pekerjaannya, pemerintah belum tentu dapat dapat mencarikan lapangan pekerjaan pengganti buat mereka.
Karena itu, lanjut Umar, pihaknya mendukung langkah dan kebijakan presiden Jokowi yang berusaha melindungi masyarakat petani tembakau dan pekerja rokok.
Dia berharap, para Menteri dan staf dibawahnya mendukung kebijakan kebijakan presiden Joko Widodo. Namun jangan melupakan juga melindungi kesehatan masyaraka dari paparan asap rokok. .
Pada kesempatan tersebut, dosen yang aktif menulis opini di surat kabar ini menyampaikan ke kekhawatirannya apabila, industry rokok di tanah air dikuasai oleh satu atau dua perusahaan rokok berskala internasional atau yang dikenal dengan oligopoly.
Menurut Umar, perlahan tapi pasti, perusahaan multi nasional akan mengganti teknologi teknologi pembuatan kretek atau rokok dari yang padat karya menjadi padat teknologi.
Akibatnya akan semakin banyak tenaga kerja di industri rokok dan tembakau yang semakin kehilangan pekerjaannya.
“Perusahaan perusahaan multi nasional yang bergerak di industri rokok, sudah dapat dipastikan membawa teknologi modern ke tanah air. Modernisasi teknologi industry rokok di tanah air, lambat laun akan dilakukan oleh mereka. Dan tentu saja, modernisasi ini akan mengurangi penggunaan tenaga kerja," katanya.
"Industri rokok kita saat ini padat karya alias menggunakan banyak tenaga kerja. Kalau modernisasi dilakukan oleh perusahaan rokok berkala internasional, dapat dipastikan akan mengurangi kesempatan kerja bagi masyarakat pekerja industry hasil tembakau di berbagai daerah,”papar Umar Solahudin.
Umar juga menjelaskan, perkembangan teknologi terbaru, dengan munculnya rokok rokok elektronik yang dikembangkan oleh perusahaan perusahaan industri rokok dunia, otomatis akan mengurangi pemakaian tembakau.