Rizal Ramli: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akan Semakin ‘Nyungsep’
Rizal Ramli memprediksi laju pertumbuhan ekonomi akan turun drastis dari target yang ditentukan pemerintah di atas 5 persen.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
"Kemudian menurunkan pendapatan yang berakhir kepada konsumsi yang tidak akan setinggi dari yang diperkirakan," imbuhnya.
Dia berharap ke depannya investasi tak hanya didorong melalui policy atau kebijakan bank sentral.
Salah satu yang diupayakan BI adalah memperkuat sektor manufaktur unggulan, antara lain tekstil, otomotif, dan alas kaki.
"Artinya semua negara akan tumbuh dan akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Cuma tidak optimal seperti yang seharusnya. Itu yang tercermin dari outlook pertumbuhan dunia yang dikoreksi ke 3,2 persen," pungkasnya. (Ria/ Tribunnews.com)
Baca: Imbas Perang Dagang, Rupiah Melemah ke Level Rp 14.223 per Dolar AS
Tren menurun
Lupakan ambisi menggenjot pertumbuhan ekonomi tinggi dan mungkin tinggal menjadi nostalgia.
Pasalnya, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pertumbuhan ekonomi Indonesia terjebak pada kisaran 5% selama hampir dua dekade terakhir.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam periode 2000-2018 hanya 5,3%.
Berdasarkan diagnostik pertumbuhan ekonomi yang dilakukan oleh Bappnenas, asumsi makro pertumbuhan ekonomi 2020-2024 berkisar 5,4% - 6%.
Pada periode 1980-1996, Bambang menjelaskan, Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang terbilang ideal.
Baca: Mobil Arab Pakai Stir Kiri, Jemaah Haji Diminta Hati-hati Saat Menyebrang Jalan, Sudah Ada Korban
Bukan hanya angka pertumbuhan tinggi dengan rata-rata 6,4%, namun faktor pendorong pertumbuhan pun berkualitas.
Bambang mengatakan, Indonesia pada periode itu mulai berhenti mengandalkan komoditas minyak dan beralih mengandalkan penerimaan pajak dan memanfaatkan sumber daya alam lain seperti kayu dan hasil hutan.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga mengandalkan industri manufaktur padat karya seperti tekstil dan garmen, elektronik, alas kaki dan sebagainya.
“Periode itu tidak pernah terulang lagi, hanya tinggal nostalgia karena sangat susah untuk kembali ke angka pertumbuhan seperti itu,” tutur Bambang.
Stagnansi pertumbuhan ekonomi, kata Bambang, akibat Indonesia kembali pada kebiasaan lama yaitu terlalu bertumpu pada komoditas alam mentah, seperti batubara dan kelapa sawit.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.