Banyak Penyelewengan, Konsumsi BBM Subsidi Diprediksi Jebol Hingga 1,4 Juta KL
BPH Migas memprediksi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar pada tahun ini akan jebol
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memprediksi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar pada tahun ini akan jebol berkisar 0,8-1,4 juta Kiloliter (KL).
Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, kuota BBM bersubsidi jenis solar ditetapkan sebesar 14,5 juta kl. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuota di 2018 sebesar 15,62 juta kl.
Sementara itu, berdasarkan hasil verifikasi BPH Migas, realisasi volume BBM bersubsidi jenis solar sampai Juli 2019 sudah mencapai 9,04 juta kiloliter (kl).
Adapun hingga akhir tahun 2019 konsumsi BBM bersubsidi itu diperkirakan mencapai 15,31-15,94 juta kl.
"Jadi diperkirakan over kuota 0,8-1,4 KL. Kami sepakat untuk melakukan pengendalian," kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa saat konferensi pers di Gedung BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
"Komite BPH Migas telah melakukan sidang untuk pengendalian kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) dan menetapkan surat edaran ke Pertamina untuk mengatur pembelian JBT jenis minyak solar," lanjutnya.
Baca: Jokowi Minta Penyaluran Subsidi Diperbaiki Agar Tepat Sasaran
Menurut Ifan, begitu sapaan akrabnya, over kuota ini diduga karena terjadinya penyelewengan konsumsi BBM bersubsidi jenis solar oleh industri tambang dan perkebunan.
"Selanjutnya kami bersama pihak berwajib akan berkoordinasi melakukan peningkatan pengawasan, pengendalian, sosialisasi hingga penindakan hukum," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid menyebutkan sejumlah daerah yang diduga banyak menyelewengkan BBM bersubsidi jenis solar.
Menurutnya, wilayah-wilayah tersebut merupakan daerah di mana industri tambang dan perkebunan sedang menggeliat.
"Kami mengindikasi over kuota ini terjadi di 10 provinsi, di antaranya Riau, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Sulawesi. Di daerah-daerah yang industri tambang dan perkebunannya menggeliat," tutur dia.