Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rupiah kembali Menguat Setelah Perang Dagang Mereda

Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat 0,04% ke level Rp 14.155 di akhir perdagangan Kamis (5/9).

Editor: Sanusi
zoom-in Rupiah kembali Menguat Setelah Perang Dagang Mereda
Tribunnews/JEPRIMA
Seorang karyawan saat menghitung mata uang dalam bentuk pecahan Rp 50.000 dan pecahan Rp 100.000 di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat 0,04% ke level Rp 14.155 di akhir perdagangan Kamis (5/9).

Sementara itu, di kurs referensi tengah Bank Indonesia yang menunjukkan rupiah berada di level Rp 14.153 per dolar AS atau menguat 0,46% dari sehari sebelumnya.

Penguatan rupiah ditopang sentimen perang dagang yang kembali mereda.

Baca: Dewi Gita Ngaku Sempat Bosan Diteleponin Armand Maulana 20 Kali Dalam Sehari

Baca: Fadli Zon Setuju Dengan Niat Pemerintah Tangkap Benny Wenda

Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, tensi perang dagang yang sedang mereda menyebabkan pelaku pasar kembali optimistis dan kembali menjual aset dolar AS dan beralih ke emerging market seperti rupiah.

Kondisi ini menyebabkan rupiah menguat. “Ada sedikit tekanan yang berkurang dari tensi perang dagang,” papar Reny.

Selain itu, pasar juga menunggu data pengangguran dan ketenagakerjaan AS yang akan rilis.

Reny berpendapat bahwa datanya kemungkinan tidak terlalu bagus. Dampak dari hal ini ialah pasar kembali mengoleksi emerging market.

Berita Rekomendasi

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim juga menyampaikan bahwa tensi perang dagang saat ini sedang mereda. Ia bilang harapan menuju situasi damai dagang AS-China masih ada.

Hal ini dikarenakan adanya kabar bahwa AS dan China siap melanjutkan dialog dagang pada awal Oktober.

“Mereka sepakat untuk melanjutkan dialog dagang di Washington pada awal Oktober,” ujar Ibrahim.

Selain itu, dari dalam negeri terdapat informasi yang positif.

Hal tersebut terkait dengan strategi pemerintah untuk menahan gejolak global yang sewaktu-waktu bisa kembali memanas dengan meningkatkan aktivitas ekonomi melalui sektor perpajakan.

Ibrahim menjelaskan ada dua agenda besar pemerintah antara lain adanya reformasi regulasi perpajakan agar menunjang daya saing ekonomi dalam negeri dan adanya kebijakan perpajakan yang semakin kompetitif mengikuti best practice internasional.

“Sebelumnya pemerintah sudah menerapkan kebijakan pengampunan pajak, namun kebijakan tersebut belum mampu mendongkrak pendapatan negara,” ujar Ibrahim.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas