Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Iuran BPJS Naik, Sri Mulyani: Keberpihakan Pemerintah ke Rakyat Luar Biasa Besar

Sri Mulyani menyanggah anggapan bahwa pemerintah tak berpihak kepada rakyat menyusul rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Editor: Sanusi
zoom-in Iuran BPJS Naik, Sri Mulyani: Keberpihakan Pemerintah ke Rakyat Luar Biasa Besar
Tribunnews/JEPRIMA
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019). Pada rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI tersebut Sri Mulyani membahas mengenai pengesahan DIM RUU Bea Materai dan BPJS Kesehatan. Tribunnews/Jeprima 

"Bagi orang Jakarta yang upah minimum non buruh Rp 3,9 juta mungkin enggak terasa naik jadi Rp 210.000 keluar. Tapi gimana pekerja di daerah lain dengan UMP yang lebih kecil?" sambungnya.

Said yakin aksi buruh akan mendapatkan dukungan dari kelompak masyarakat lainnya sebab dampak iuran BPJS Kesehatan akan dirasakan oleh pekerja lainnya.

Ditolak Pengusaha

Pengusahatekstil menyatakan keberatan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Adapun perubahan terhadap iuran Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha diusulkan oleh Kementerian Keuangan menjadi 5 persen terhadap upah bulanan dengan nilai maksimum upah Rp 12 juta, dari yang sebelumnya Rp 8 juta.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, besaran persentase tersebut tidak bisa menjadi tolak ukur keadilan pungutan iuran BPJS Kesehatan. Sebab, setiap daerah memiliki tingkat upah minimum yang beragam.

"BPJS Kesehatan seharusnya bukan hanya main pungut dengan persentase tertentu, tapi juga harus berasaskan keadilan, karena kalau berdasarkan persentase, dasarnya UMKM ( Upah Minimum Kota/Kabupaten) di Jawa Tengah akan lebih kecil iurannya jika dibandingkan dengan kawasan Karawang, Garut dan lainnya," ujar dia ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (3/9/2019).

Berita Rekomendasi

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai kenaikan batas maksimum pendapatan tersebut tidak efektif dalam menekan defisit BPJS Kesehatan.

Sebab, industri tekstil, meski data-data perindustrian menunjukkan pertumbuhan, pada praktiknya banyak juga perusahaan-perusahaan yang gulung tikar di lapangan.

"Karena ekspor naik, nilai ekspor garmennya naik. Ada investasi, salah satunya Asia Pacific Rayon, tapi itu juga investasi dari 3 tahun yang lalu. Sementara di sektor tenun, rajut, dan garmen juga banyak yang stop, kemarin di Sukabumi ada laporan di stop, 40.000 peerja, kemudian di Bogor ada lagi, Subang ada lagi. Kalau (batas atas) dinaikin siapa yang mau bayar?" ujar dia.

Sementara, pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih enggan mengomentari hal ini

Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan, hingga saat ini pihak internal Kadin masih melakukan pembahasan mengenai usulan kenaikan iuran ini.

Shinta mengatakan, pengusaha menyadari kebutuhan BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan besaran iuran. Namun seharusnya, besaran peningkatan iuran tidak merugikan bagi pengusaha.

"Saya nggak mau ini dulu karena lagi diselesaikan dengan BPJS. Tapi kami menyadari BPJS membutuhkan tambahan lebih banyak revenue, tapi kan nggak bisa rugikan pengusaha juga. Kami coba bicara lah," ujar Shinta di Jakarta, Senin (2/9/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Buruh Hingga Pegusaha Ramai-ramai Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan" dan "Sri Mulyani Soal Iuran BPJS Naik: Keberpihakan Pemerintah ke Rakyat Luar Biasa Besar"

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas