Waduh, Lebih dari 50 Persen Keluarga Terkaya di Dunia Percaya Akan Segera Terjadi Resesi
Keluarga-keluarga terkaya di dunia mengkhawatirkan imbas perang dagang AS-China, Brexit, populisme, dan perubahan iklim.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Keluarga-keluarga terkaya di dunia mengkhawatirkan imbas perang dagang AS-China, Brexit, populisme, dan perubahan iklim.
Sebuah survei terhadap kantor keluarga-keluarga terkaya di dunia mengungkapkan hal itu.
Kantor keluarga yang dimaksud dalam survei ini adalah perusahaan investasi yang didirikan untuk mengelola kekayaan satu atau lebih keluarga kaya.
Nah, sebanyak 42% persen kantor keluarga itu telah meningkatkan tumpukan uang mereka tahun ini. Survei terhadap 360 kantor keluarga tersebut dilakukan oleh bank Swiss UBS dan Campden Wealth Research.
Total uang dalam bentuk tunai mereka 7,6% dari total investasi pada tahun 2019, naik 70 basis poin dari tahun sebelumnya.
Lebih separuh (55%) eksekutif kantor keluarga memperkirakan resesi akan mulai tahun depan. Lalu, sekitar 63% percaya bahwa Brexit buruk bagi Inggris sebagai tujuan investasi dalam jangka panjang. Juga, 84% berpendapat populisme tidak akan pudar pada tahun depan.
"Kantor keluarga berpandangan suram dari peristiwa geopolitik," Sara Ferrari, kepala Grup Kantor Keluarga Global UBS, mengatakan kepada Reuters.
Sekitar 53% kantor keluarga melihat perubahan iklim sebagai ancaman terbesar bagi dunia. Generasi yang lebih baru keluarga-keluarga kaya itu memutar uang keluarga dalam investasi berkelanjutan yang tinggi.
Baca: Fahri Hamzah: Jokowi Bisa Jatuh di Tengah Jalan Kalau Pilih Kabinet Isi Pembebek dan ABS
Pandangan kantor keluarga tidak selalu berbeda dari pandangan investor institusi seperti dana pensiun, asuransi dan dana kekayaan negara, atau manajer aset yang membantu menginvestasikan uang mereka, lanjut Ferrari.
Baca: Hari Ini BEM Seluruh Indonesia Siapkan Demo Akbar Tolak Revisi UU KPK
Tetapi kantor keluarga memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam investasi mereka, kurang terikat pada benchmark indeks tertentu, dan cenderung berinvestasi lebih banyak dalam aset jangka panjang yang tidak likuid, katanya.
Investasi saham pada perusahaan privat (bukan perusahaan publik) menjadi instrumen investasi terbesar kedua di 2019, di belakangan investasi pada saham-saham publik di negara maju.
Kantor keluarga mengatakan mereka berencana lebih fokus pada saham perusahaan yang tidak go publik tersebut, dengan minat khusus pada perusahaan teknologi.
Baca Juga: Ada kekhawatiran resesi global, harga minyak terkoreksi pada perdagangan Jumat pagi
Investasi pada perusahaan semacam itu memberikan hasil terbaik yaitu 16% per tahun.
Secara keseluruhan, kantor keluarga memperoleh imbal hasil 5,4% per tahun. Perusahaan-perusahaan yang disurvei tersebut mengelola total aset US$ 330 miliar dalam aset.
Hasbi Maulana/Sumber: Reuters