Didominasi Politisi di Kursi BPK, Faisal Basri Khawatirkan Pemberantasan Korupsi
Ekonom senior Indef mengkritisi komposisi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Indef mengkritisi komposisi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasannya, dari lima kursi pimpinan yang ada, empat di antaranya berasal dari kalangan politisi.
Menurut Faisal, kondisi tersebut bisa menghambat upaya-upaya pemberantasan korupsi dari BPK dan stakeholder lainnya.
"Saya rasa ini cukup ya cukup, saya rasa tidak bisa lagi begitu. Saya tidak mengatakan maling ya, tapi Anda bisa lihat partai ini solider untuk satu hal, terkait dengan upaya melawan (pemberantasan) korupsi," kata Faisal saat ditemui di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Faisal menilai sebagai lembaga pemeriksa keuangan, para calon pimpinan BPK seharusnya dipilih langsung oleh Presiden.
Baca: Faisal Basri Klaim Tender PLN-TPPI Justru Untungkan Negara
Setelah presiden menggunakan hak prerogatifnya, maka DPR bisa menyeleksi para calon tersebut melalui fit and proper test.
"Kalau DPR tidak sepakat, maka dikembalikan ke Presiden (agar) mengajukan lagi, bukan DPR yang mengajukan. Tidak ada di dunia ini DPR seperti itu. Ini sudah kuasa eksekutif, mereka memilih dirinya sendiri," kata Faisal.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan lima anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 melalui rapat paripurna DPR pada Kamis (26/9/2019) lalu.
Empat dari lima anggota BPK yang dipilih berasal kalangan politisi. Misalnya, Pius Lustrilanang dari Partai Gerindra, Daniel L Tobing dari PDIP Perjuangan, Achsanul Qosasih dari Partai Demokrat, serta Harry Azhar Aziz dari Partai Golkar. Sementara, Hendra Susanto merupakan orang lama yang berkarir di BPK.