Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

BPJS Watch: Sanksi untuk Penunggak Iuran Tidak Efektif

Timboel menilai inpres yang akan dibuat pemerintah tidak efektif karena pemberian sanksi tidak dapat layanan publik sudah ada

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
zoom-in BPJS Watch: Sanksi untuk Penunggak Iuran Tidak Efektif
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Buruh menggelar aksi di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Aksi tersebut untuk menolak revisi UU Ketenagakerjaan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan revisi PP No 78 Tahun 2015. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengkritisi tentang rencana penerbitan instruksi presiden (inpres) sanksi layanan publik terhadap para penunggak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Saya mendukung adanya sanksi tidak dapat layanan publik, tapi sebelum memberikan sanksi hendaknya BPJS Kesehatan meningkatkan pelayanannya kepada peserta sehingga masyarakat tergugah untuk disiplin membayar iuran,” kata Timboel kepada Tribunnews.com, Rabu (9/10/2019).

Timboel menilai inpres yang akan dibuat pemerintah tidak efektif karena pemberian sanksi tidak dapat layanan publik sudah ada, hanya tinggal dijalankan.

Regulasi atas ketentuan Sanksi tidak dapat layanan publik diatur di PP no. 86/2013.

Namun, instrumen sanksi ini belum dilaksanakan oleh pemerintah terutama oleh pemerintah daerah atau lembaga yang menjalankan pelayanan publik.

“Orang yang menunggak iuran dan orang yang belum mendaftar sebagai peserta JKN bisa dikenakan sanksi di PP 86 tahun 2013 tersebut.”

“PP 86 juga untuk badan usaha. Pepres No. 111/2013 mewajibkan seluruh Badan Usaha mendaftarkan dan membayarkan iuran pekerjanya ke BPJS Kesehatan. Kalau tidak maka akan kena PP no. 86/2013 yaitu tidak dapat layanan publik seperti IMB, SIUP, TDP,” paparnya.

Berita Rekomendasi

Siapkan Aturan

Sebelumnya, pemerintah tengah menyiapkan aturan yang secara otomatis bisa memberi sanksi terhadap penunggak iuran BPJS Kesehatan ketika membutuhkan pelayanan publik, seperti perpanjangan SIM, pembuatan paspor, dan IMB.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, pemberlakuan sanksi layanan publik itu untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta BPJS Kesehatan dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

"Inpresnya sedang diinisiasi untuk sanksi pelayanan publik. Selama ini sanksi ada, tapi hanya tekstual tanpa eksekusi karena itu bukan wewenangnya BPJS," kata Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Melalui regulasi instruksi presiden ini, pelaksanaan sanksi layanan publik akan diotomatiskan secara daring antara data di BPJS Kesehatan dan basis data yang dimiliki oleh kepolisian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pertanahan Negara, dan lain-lain.

Maka, apabila ada seseorang yang ingin mengakses layanan publik, seperti memperpanjang SIM tapi masih menunggak iuran, sistem yang terintegrasi secara daring tidak bisa menerima permintaan tersebut.

Sanksi layanan publik tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Regulasi itu mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.

Namun, Fahmi menyampaikan bahwa tidak ada satu pun sanksi tersebut yang pernah dilaksanakan karena institusi terkait yang memiliki wewenang. Hasilnya, tingkat kolektabilitas iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen.

Fahmi menekankan pentingnya sanksi bagi peserta yang tidak mau membayar iuran. Dia mengambil contoh jaminan sosial negara lain seperti Korea Selatan yang sebelumnya kolektabilitas hanya 25 persen menjadi 90 persen ketika menerapkan sanksi untuk kolektabilitas.

Di Korea Selatan, pemerintah diberikan wewenang untuk mengakses rekening peserta jaminan sosial dan langsung menarik besaran iuran dari dana pribadi bila orang itu mampu membayar.

Contoh lain, di salah satu negara Eropa, kepatuhan membayar iuran jaminan sosial menjadi syarat untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.

Saat ini BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem autodebet bagi peserta yang baru mendaftar. Akun bank peserta secara otomatis akan berkurang jumlahnya untuk membayar iuran kepada BPJS Kesehatan.

Namun, sistem autodebet tersebut masih memungkinkan gagal apabila peserta sengaja tidak menyimpan uang di nomor rekening yang didaftarkan lalu membuka akun bank baru.

Oleh karena itu, Fachmi berharap pada regulasi mengenai automasi sanksi yang akan meningkatkan kepatuhan dan kepedulian masyarakat dalam membayar iuran.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sanksi Penunggak Iuran BPJS, Tak Bisa Perpanjang SIM hingga Buat Paspor"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas