Sampai September, Ada 406 Kasus Penyelundupan Tekstil Senilai Rp 138,11 Miliar yang Digagalkan
Angka penindakan sampai September tahun ini sudah hampir mendekati pencapaian kegiatan yang sama sepanjang tahun lalu.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai bulan September 2019, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil menindak 406 penyelundupan tekstil dan produk tekstil (TPT).
Nilai barang hasil penindakan (BHP) tersebut total mencapai Rp 138,11 miliar.
Angka penindakan sampai September tahun ini sudah hampir mendekati pencapaian kegiatan yang sama sepanjang tahun lalu.
Pada 2018, penindakan penyelundupan TPT sebanyak 430, dengan nilai BHP Rp 171,34 miliar.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, penindakan penyelundupan TPT terjadi di setiap lini, baik pelabuhan, bandara, maupun Pusat Logistik Berikat (PLB).
Baca: Olivia Jensen Terkesima Rasakan Pengalaman Pertama Jadi Dubber Film Animasi
Komposisi seluruh impor TPT melalui pelabuhan dan bandara mencapai 95,93%. Sementara impor TPT yang lewat PLB hanya 4,07%.
Menurut Heru, modus penyelundupan TPT sama seperti cara penyelundupan barang lain. "Bisa jenisnya dikaburkan atau jumlahnya dikelabui," ujar dia kemarin.
Heru menjelaskan, penindakan yang Ditjen Bea Cukai lakukan terhadap pelaku penyelundupan bisa berbentuk fiskal, diteruskan ke pengadilan, hingga rekomendasi pencabutan izin usaha.
"Misalnya, dia kena denda, bayar, nanti izinnya juga bisa dicabut. Kedua, kami akan cek administrasi pajaknya, terutama SPT (surat pemberitahuan). Jadi, misalnya, dari investigasi lanjutan ini tidak taat pajak, akan kami blokir," kata dia.
Ke depan, untuk menindak penyelundupan TPT, pemerintah akan membentuk satuan tugas (satgas) yang bertugas mengawasi dan mengaudit industri.
Satgas ini melibatkan Ditjen Bea Cukai, Kementerian Perindustrian (Kemperin), Kementerian Perdagangan (Kemdag), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Baca: Penuturan Blak-blakan Widy Vierra Jadi Korban Kekerasan Pacar dan Pengalaman Diculik
Heru menerangkan, satgas tersebut memiliki dua kegiatan fundamental. Pertama, pemerintah ingin memastikan perusahaan yang tunduk dan patuh terhadap ketentuan akan mendapat fasilitas tambahan untuk mendorong perkembangan usahanya.
Kedua, bila dari hasil investigasi menunjukkan sebuah perusahaan melakukan banyak pelanggaran, maka pemerintah akan memberikan penalti.
"Ini menjadi pesan yang jelas, bahwa pemerintah tetap akan menjadikan industri ini sebagai industri unggulan Indonesia. Tetapi, klien adalah klien atau perusahaan yang baik," tutur Heru.