FSP RTMM Dukung Presiden Jokowi Batalkan Kenaikan Cukai dan HJE Rokok
Sebab masukan dari FSP RTMM berkaitan dengan kelangsungan industry rokok dan kesejahteraan para pekerjanya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) mendukung pemerintahan Presiden Jokowi jilid dua sekaligus meminta Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) membatalkan dan menghentikan wacana kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing-masing sebesar 23 dan 35 persen.
Wacana kenaikan cukai dan HJE rokok bila direalisasikan akan berdampak negatip bagi perekonomian nasional. Sebab dapat menghilangkan lapangan pekerjaan maupun menurunkan kesejahteraan petani tembakau dan karyawan industri rokok.
Selain itu berpotensi menumbuhkan maraknya peredaran rokok illegal.
“ Kami meminta Kementerian Keuangan yang baru nanti melalui Badan Kebijakan Fiskal untuk membatalkan wacana kenaikan cukai yang 23% dan HJE sebesar 35%,”tegas Ketua Umum FSP RTMM Sudarto kepada pers di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Baca: Penjelasan Kementerian Keuangan Soal Alasan Tarif Cukai Rokok Naik 23 Persen Tahun Depan
Selain itu, lanjut Sudarto, FSP RTMM juga meminta pemerintah memperhatikan dan melindungi industry rokok kretek sebagai industry khas Indonesia yang padat karya.
Pemerintah perlu memberikan perhatian pada kelangsungan dan kesejahteraan nasib para pekerjanya.
“Kami juga meminta agar setiap kebijakan pemerintah berkaitan dengan industry rokok dan tembakau seperti penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHC -CT memasukan aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja rokok dalam pemafaatannya. Selain itu, kebijakan kebijakan tersebut juga wajib memperhatikan masukan dari serikat pekerja industry rokok dan temabakau serta masukan dari pihak-pihak terkait lainnya,“ papar Sudarto.
Atas masukan dan permintaan dari FSP RTMM tersebut pihak kementerian keuangan melalui BKF, menurut Sudarto, berjanji untuk memperhatikan aspirasi dan permintaan dari pihaknya, khususnya mengenai Sigaret Kretek Tangan atau SKT.
Hal ini karena secara umum ini dalam kurun lima tahun ini industry hasil tembakau mengalami jalan ditempat bahkan mengalami penurunan.
Dampaknya bagi penurunan industry tembakau adalah menurunnya kesejahteraan karyawan.
Bila pemerintah tidak memperhatikan SKT, maka bukan hanya kesejahteran karyawan industry rokok yang turun melainkan juga lapangan pekerjaan untuk buruh dan karyawan industry rokok dan tembakau akan semakin berkurang.
Bila kondisi ini terus berlangsung akan membahayakan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya merugikan perekonomian negara.
Lebih lanjut Sudarto menyampaikan, pihaknya masih terus menunggu realisasi janji dari pihak BKF, khususnya dalam hal pembatalan atau penundaan kenaikan cukai dan HJE Rokok. Juga perhatian pemerintah pada industry rokok sigaret kretek tangan.
Realisasi janji pemerintah khususnya BKF akan terlihat di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang biasanya sudah keluar di pertengahan oktober atau akhir Oktober.