Akademisi: Simplifikasi Tarif Cukai dan Penggabungan Rokok SKM-SPM Picu Monopoli
penerapan simplifikasi tarif cukai dan penggabungan jumlah produksi rokok jenis SKM dan SPM memicu terjadinya monopoli
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bayu Kharisma menilai penerapan simplifikasi tarif cukai dan penggabungan jumlah produksi rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) memicu terjadinya monopoli.
Menurut Bayu Kharisma, hal itu berimbas kepada pelaku industri golongan 2, kenaikan tarif yang drastis akan mengancam kelangsungan usaha mereka.
Baca: Aktivitas Jual-beli di Glodok Masih Berlangsung Normal Jelang Pelantikan Presiden
Menurut Bayu, ini artinya simplifikasi tarif cukai dan penggabungan SKM dan SPM berdampak terhadap sisi persaingan usaha.
“Simplifikasi dan penggabungan batas produksi SPM dan SKM akan berdampak negatif ke berbagai aspek. Ketika pabrik golongan 2 terdampak tutup karena tak lagi mampu bersaing, ada lapangan kerja yang akan hilang sebagai akibat. Masalah lain yang berpotensi timbul adalah terbentuknya pasar rokok ilegal, ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya,” ujar Bayu, Jumat (18/10/2019).
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Mogadishu Djati Ertanto mengatakan struktur cukai saat ini terdiri dari 10 layer sebenarnya sudah mengakomodasi berbagai industri tembakau.
Dia menjelaskan jika pabrik dipaksakan naik ke layer diatasnya, bisa jadi akan kehilangan pangsa pasarnya.
“Industri tembakau memiliki multiplier effect yang sangat besar baik kepada penjual retail, maupun satu juta petani cengkeh dan 700 ribu petani tembakau,” terangnya.