Mari Elka: Ekonomi di Asia Hadapi Tantangan yang Lebih Berat Pada 2020
situasi perdagangan telah mengancam integrasi pasar keuangan dan menekan pertumbuhan ekonomi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negara-negara di kawasan Asia akan menghadapi tantangan yang lebih berat pada 2020, seiring dengan kian melemahnya perekonomian global sebagai dampak kian meningkatnya ketidakpastian akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.
“Ketegangan dalam perdagangan global telah mengganggu arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dan berdampak kepada aliran pasar keuangan dan modal, serta menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan makro di berbagai negara, terutama di kawasan Asia,” kata Mari Elka Pangestu, direktur dan salah satu founder Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) dalam simposium dengan tema Asia’s Trade and Economic Priorities 2020, Selasa (29/10/2019).
Simposium Internasional “Asia’s Trade and Economic Priorities 2020”, yaitu hasil kerja sama IBER dan Asia Bureau of Economic Research (ABER), dan didukung Bank Indonesia Institute, Economic Research Institute for ASEAN and Asia (ERIA), Astra, Sinar Mas dan Tenggara Strategics.
Baca: Kadin Berharap Calon Kapolri Bisa Jamin Stabilitas Keamanan di Pelosok
Baca: Ke Palu, Presiden Jokowi Tinjau Pembangunan Hunian Korban Tsunami
Mari Elka yang pernah menjadi Menteri Perdagangan 2004-2011 mengatakan, situasi perdagangan telah mengancam integrasi pasar keuangan dan menekan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kualitas standar hidup.
“Ancaman terhadap integrasi pasar keuangan menimbulkan ketidakpastian terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan ini akan kian mempersulit pengambilan keputusan dalam kebijakan makro,” kata Mari Elka.
Menurut Mari Elka, negara Asia harus memperkuat kerja sama melalui forum regional dan global seperti APEC, ASEAN, KTT Asia Timur, dan G20 dalam kerangka Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Negosiasi RCEP yang mengkonsolidasi perjanjian perdagangan antara ASEAN dengan mitranya yaitu Tiongkok, Jepang, Korea, Australia-Selandia Baru, dan India, diharapkan selesai pada KTT ASEAN minggu depan.
"Perjanjian mega regional dengan 16 anggota akan sangat signifikan dampaknya," kata Mari Elka.
Kerja sama ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus juga memperkuat kepercayaan negara-negara Asia dalam menghadapi kekuatan ekonomi lainnya.
RCEP juga akan mengirim sinyal kuat bahwa Asia tetap berkomitmen pada reformasi perdagangan dan keterbukaan, yang dikombinasikan dengan kebijakan domestik.
"Sebagai salah satu perekonomian terbesar di Asia dan pencetus RCEP, Indonesia mempunyai peluang besar memanfaatkan kerja sama mega regional melalui RCEP," kata Mari Elka.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang membuka simposium itu mengatakan ada tiga isu utama yang harus dihadapi Indonesia dan negara-negara Asia yakni pelambatan ekonomi global, in-efektivitas kebijakan moneter yang bergantung pada suku bunga serta digitalisasi dan transformasi ekonomi dan finansial.
“Bank Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedang bekerja keras untuk mendorong lima area kebijakan yang menjadi prioritas kami,” kata Perry Warjiyo.
Perry Warjiyo menjelaskan lima prioritas tersebut yakni memastikan stabilitas dan ketahanan ekonomi; menemukan sumber baru pertumbuhan ekonomi dari sektor manufaktur, pariwisata, dan ekonomi digital; melakukan reformasi yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, mendorong investasi dan zona ekonomi khusus; terlibat dengan negara-negara lain untuk mempromosikan perdagangan yang lebih terbuka; serta memperkuat kerja sama regional dalam sektor finansial dan jaring keamanan finansial.