Keputusan Pemerintah Intervensi Harga Rugikan Pelaku Usaha dan Masyarakat
Intervensi Kementerian ESDM dalam pembatalan penyesuaian harga gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tidaklah adil.
Penulis: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi menilai intervensi Kementerian ESDM dalam pembatalan penyesuaian harga gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tidaklah adil.
"Penyesuaian harga gas sudah diatur oleh pemerintah sendiri dan itu dimungkinan. Intervensi Kementerian ESDM hanya karena tekanan Kadin sangat tidak adil untuk pelaku usaha yang belum terjamah gas di banyak daerah," tegasnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (30/10).
Intervensi itu tertera dalam Pasal 3 ayat 1 Perpres No 40/2016 yang menyebutkan dalam hal Harga Gas Bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna Gas Bumi dan Harga Gas Bumi lebih tinggi dari USD 6/MMBTU, Menteri dapat menetapkan Harga Gas Bumi Tertentu.
Berdasarkan ketentuan tersebut sesunggunguhnya kenaikan harga gas bumi yang akan dilakukan oleh PGN masih dalam koridor ketentuan Perpres itu.
Kenaikan harga jual gas juga sesuai dengan Permen ESDM 58/2017, yang sudah diperbarui menjadi permen ESDM 14/2019 tentang Harga Jual Gas Melalui Pipa Pada Kegiataan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Baca: Raih Best of the Best 2019 dari Forbes Indonesia, Perusahaan Ini Beberkan Kiat Suksesnya
Fahmy mengatakan sebagai sub-holding gas, PGN wajib untuk melayani sebanyak-banyaknya pelaku usaha agar dapat menikmati gas bumi.
Hal ini karena gas bumi selama ini terbukti lebih efisien, ramah lingkungan dan memberikan kualitas hasil produksi yang lebih baik.
Keputusan pembatalan harga gas, kebijakan kementerian ESDM itu juga mengancam ketahanan energi nasional.
"Selain sumber pasokan gas di dalam negeri melimpah, harga gas bumi jauh lebih kompetitif dibandingkan minyak bumi. Sepertinya ada tekanan untuk tetap mempertahankan ketergantungan pada energi impor," terang Fahmi.
Dia mengingatkan, apabila harga gas tidak dapat mengikuti tingkat keekonomian yg menarik atau setidaknya wajar sesuai aturan di permen ESDM no 14 tahu 2019, maka keinginan Pemerintah untuk bisa menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk infrastruktur gas bumi tidak akan terwujud.
Sebelumnya, anggota DPR Fraksi Golkar Ridwan Hisyam juga mendesak Pemerintah untuk lebih fokus mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi.
Kebijakan strategis ini dianggap akan memperkuat pasokan energi non BBM yang selama ini menjadi beban bagi pemerintah.
"Ketergantungan terhadap energi impor masih sangat tinggi. Akibatnya neraca dagang Indonesia terus mengalami defisit lantaran impor minyak bumi yang semakin besar. Harus ada paradigma yang berbeda untuk lima tahun ke depan jika kita ingin memangkas ketergantungan pada energi impor," kata Ridwan di Jakarta (30/10).