Analis Asing Curigai Kebenaran Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Stabil di Level 5 Persen
Oelacak aktivitas dari Capital Economics menghitung berdasarkan pada indikator bulanan, menunjukkan pertumbuhan PDB Indonesia mengalami perlambatan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bergerak stabil di level 5% menimbulkan kecurigaan analis asing. Seperti yang diberitakan KONTAN kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sebesar 5,02% secara tahunan (yoy).
Sementara, bila dibanding kuartal sebelumnya, ekonomi tumbuh 3,06% (q to q).
Dalam siaran persnya kemarin, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan, bila melihat dari sumber pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar terhadap PDB dengan sumber petumbuhan sebesra 2,69%, disusul pembentukan modal bruto (PMTB) yang tumbuh 1,38%.
Dia beralasan, pelacak aktivitas dari Capital Economics, yang menghitung berdasarkan pada indikator bulanan, menunjukkan pertumbuhan PDB Indonesia mengalami perlambatan tajam selama setahun terakhir.
Jika dilihat secara historis, pada kuartal III tahun lalu, PDB Indonesia naik 5,02%, sedikit berubah dari level 5,05% pada kuartal kedua dan 5,07% dalam tiga bulan pertama tahun lalu.
Pertumbuhan PDB bergerak moderat di level 5% sejak Presiden Joko Widodo mulai menjabat pada tahun 2014.
Trinh Nguyen, seorang ekonom dari Natixis SA di Hong Kong, juga mempertanyakan angka-angka tersebut dalam sebuah postingannya di Twitter.
"Saya tidak tahu bagaimana ekonomi dapat tumbuh pada tingkat yang sama untuk waktu yang lama. Tetapi Indonesia mengalami hal itu," katanya seperti yang dikutip Bloomberg. "Pengeluaran pemerintah lemah, investasi melambat, dan impor juga mengalami pelemahan."
Sesuai estimasi
Kendati demikian, angka-angka resmi yang dirilis oleh BPS sejalan dengan estimasi survei Reuters. Mengutip Reuters, nilai tengah 17 analis memprediksi, PDB Indonesia pada kuartal III akan tumbuh 5,01% dalam basis year on year.
"Meskipun data menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi telah stabil, namun data penjualan ritel bulanan dan sinyal kepercayaan konsumen yang melambat menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi swasta telah menurun," tulis ANZ dalam catatan kepada klien pada hari Jumat akhir pekan lalu. ANZ menggambarkan perkiraan pertumbuhan 5,02% sebagai pertumbuhan yang "lamban" .
ANZ menjelaskan, pada dua kuartal pertama tahun ini, tingkat konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari setengah PDB Indonesia, didorong oleh pengeluaran terkait pemilu. Nah, kini, pengeluaran tersebut telah mengering di kuartal ketiga.
Sedangkan indikator konsumsi yang dapat dilihat dari penjualan sepeda motor dan mobil, masing-masing mengalami kontraksi 1,5% dan 10% pada kuartal Juli hingga September. Sementara penjualan ritel nyaris tidak naik.
Estimasi serupa juga tampak dalam hasil survei Bloomberg yang menunjukkan nilai median PDB oleh sejumlah ekonom berada di level 5%.