Menko Perekonomian Diharapkan Fokus Tuntaskan Masalah Ekonomi yang Dihadapi Pemerintah Ini
Kerja sama baik antarkementerian bisa terjalin jika, salah satunya, peran Menko dijalankan dengan baik oleh pemegang kuasa.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jabatan Menteri Koordinator bidang Perekonomian dianggap memegang peran vital untuk memajukan kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Karena itu, pejabat di posisi ini harus fokus menjalankan tugasnya.
Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, kewajiban Menko Perekonomian fokus dalam bertugas juga berlaku bagi Airlangga Hartarto.
Karena itu, Menko Perekonomian di Kabinet Indonesia Maju ini diharap total mengabdikan diri pada jabatannya alih-alih berupaya memegang jabatan ganda dengan berupaya kembali menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
“Kalau soal Menko Perekonomian, mestinya fokus, dikarenakan terlalu banyak masalah ekonomi yang dihadapi pemerintah saat ini,” ujar Salamuddin saat dihubungi, Jumat (29/11/2019).
Baca: Dedi Mulyadi Setuju Pemilihan Ketua Umum Golkar Mengedepankan Asas Musyawarah Mufakat
Menurut Salamuddin, ancaman resesi ekonomi global pada 2020 bisa berdampak ke Indonesia. Guna mencegah dampak yang luas, setiap kementerian harus bekerjasama dengan baik.
Kerja sama baik antarkementerian bisa terjalin jika, salah satunya, peran Menko dijalankan dengan baik oleh pemegang kuasa. Apabila hal ini tak dilakukan, bukan tidak mungkin Indonesia gagal menghadapi krisis.
“Menteri Airlangga dituntut fokus pada tugas yang dibebankan megara kepadanya untuk dapat menuntaskan berbagai masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, impor besar, defisit CAD [neraca berjalan], deindustrialisasi nasional, pertanian yang tidak berkembang dan lain sebagainya,” katanya.
Salamuddin juga menyebut tugas sebagai Menko Perekonomian tidak kalah gengsinya dengan menjadi pejabat partai.
Karena itu, Airlangga diharap dapat memahami vitalnya posisi yang ia emban sekarang dengan tidak memaksakan diri kembali menjadi Ketum Golkar.
“Mengoordinasikan kementerian tak kalah besarnya dibandingkan urusan golongan, kelompok atau partai. Menteri koordinator harus berperan maksimal,” ujarnya.
Dalam catatanya Salamuddin menyebut ada tiga sebab utama terjadinya masalah ekonomi di Indonesia, terutama pada urusan defisit neraca berjalan.
Pertama, Indonesia disebutnya terlalu banyak melakukan impor. Hal ini membuat surplus perdagangan Indonesia kecil nilainya. Akibatnya, neraca transaksi berjalan pada 2018 mengalami defisit hingga US$30 miliar.
Kedua, terlalu bergantungnya ekonomi Indonesia dengan hutang luar negeri. Ini membuat aliran keuntungan investasi asing dalam portofolio utang mengalir ke luar negeri dengan deras.
Ketiga, ada penyebab secara politik. Salamudin menilai para pengambil kebijakan ekonomi bekerja dalam sistem yang buruk. Akibatnya, mereka gagal dalam menjalankan roda perekonomian dengan baik.
“Banyak elemen Pemerintahan dan DPR ditenggarai dikendalikan oleh para importir. Pengambil keputusan dalam pemerintahan semakin tergantung pada utang, sehingga kebijakan pun dibuat untuk menghasilkan keuntungan sebesar besarnya bagi para rentenir pemberi utang,” katanya.